top of page
Writer's pictureDelvirah Sabatini

City of Glass (The Mortal Instrument, #3)


Judul: City of Glass (The Mortal Instruments, #3) Penulis: Cassandra Clare Penerbit: Margaret K. McElderry Publikasi: 24 Maret 2009 Tebal: 560 halaman


There is no pretending. I love you, and I will love you until I die, and if there is life after that, I'll love you then.

City of Glass adalah buku terakhir dari seri The Mortal Instruments.


........tadinya. Sampai Clare dan penerbitnya yang tergiur akan kesuksesan tiga buku pertama memutuskan untuk memaksakan melanjutkan seri ini sampai enam buku. Oh, the downfall of writers always start with that. Tapi kali ini biarlah kita menghargai City of Glass sebagai buku terakhir dari trilogi pertama TMI yang masih masuk akal.


Cerita kita diawali oleh salah satu tingkah khas Clary yang belum juga kelar beberapa puluh halaman udah sanggup bikin gue murka. Gue khawatir kesehatan emosional gue terganggu kebanyakan baca seri ini. Anyway, setelah pertarungan superseru di atas dok kapal yang terjadi di akhir buku kedua, Clave memanggil keluarga Lightwood dan Clary untuk bersaksi di hadapan mereka. Konon saking banyaknya Shadowhunter yang tewas dan tidak ada bukti keberadaan Valentine sedikitpun, mulai beredar gosip bahwa kematian para Shadowhunter itu disebabkan oleh Clary (oleh kebodohan Clary mungkin lebih tepat). Clary ingin ikut semata karena ia ingin mencari buku jampi milik Ragnor Fell, seorang penyihir besar kenalan ibunya, di mana tersimpan mantra yang dapat membangunkan Jocelyn dari komanya.


Berusaha untuk melindungi Clary, Jace meminta Simon untuk menghalangi Clary ikut pergi. Namun di saat Magnus sudah mempersiapkan Portal dan seluruh keluarga Lightwood siap untuk pergi, terjadi serangan Forsaken di Institute. Simon terluka. Sadar bahwa ia akan dimangsa para Forsaken kalau ditinggalkan, Jace memutuskan untuk mengangkut Simon bersamanya ke Alicante. Tak berapa lama kemudian, Clary dan Luke tiba di Institute. Begitu tahu kalau dia ditinggal, Clary mulai mengeluh dan mengeluh dan mengoceh kayak anak kecil nggak diajak maen. Nggak cukup sampai disitu, dia lalu memanfaatkan kekuatannya untuk membuat Portal ke Idris. Tepat sebelum Portal tertutup, Luke sempat berusaha menarik dia kembali, tapi justru malah ikut tertarik ke Idris.


Sesampainya di Idris, berhubung Portal yang diciptakan Clary nggak resmi, ia dan Luke tercebur ke Lake Lyn, danau dimana Raziel pertama kali muncul untuk memberikan Mortal Cup kepada Jonathan Shadowhunter. Sejak saat itu, danau itu terkutuk dan airnya beracun. Clary yang sempat meminum air danau itu mulai mengalami ilusi-ilusi aneh. Luke pun membawanya ke rumah kakaknya, Amatis, untuk disembuhkan. Sementara itu, Simon bangun di sebuah rumah mewah milik keluarga Penhallow yang merupakan sahabat dekat keluarga Lightwood dan tempat mereka menginap. Sebagai Downworlder, keberadaan Simon tidak diinginkan di Idris. Ia kemudian dipanggil Clave untuk bersaksi.


Kita kembali ke Clary. Walaupun sudah diperingatkan Amatis untuk tidak kemana-mana karena keberadaannya di Idris yang tidak legal, Clary memutuskan untuk menyelinap keluar rumah (yeah, typical) untuk mencari Jace. Entah gimana caranya dia berhasil menemukan rumah keluarga Penhallow dan datang tepat di saat Jace sedang asik making out sama Aline, anak keluarga Penhallow. Buntutnya bisa ditebak: mereka berantem. Kita lalu diperkenalkan dengan dengan Sebastian Verlac, saudara sepupu Aline, yang sangat ramah kepada Clary. Ia menawarkan diri untuk menemani Clary mengunjungi Ragnor Fell. Namun sesampainya di sana, yang ada malah Magnus. Si warlock eksentrik ini mem-freeze Sebastian supaya ia bisa berbicara bebas dengan Clary. Rupanya Ragnor telah dibunuh, namun Magnus berhasil memperoleh memori yang berkaitan dengan buku jampi yang dicari Clary. Buku itu berada di rumah keluarga Wayland dan ia harus pergi ke sana.


Malam harinya, sekembalinya ia ke rumah Amatis, Jace mengunjunginya untuk meminta maaf. Mereka pun berangkat ke rumah keluarga Wayland keesokan harinya. Disana, mereka menemukan rahasia tergelap Valentine yang membalikkan segala yang selama ini mereka ketahui. Sementara itu, Alicante, ibukota Idris, berada dalam bahaya.


EGGLYSIS

City of Glass bisa dibilang buku terbaik dari seluruh seri The Mortal Instruments. Plotnya menarik. Walau masih banyak kesamaan dengan dunia Harry Potter, kali ini lebih tolerable (atau jangan-jangan gue yang makin kebal?). Clary masih bikin naik darah, tapi di buku ini dia beberapa kali kena batunya. Beberapa plot twist-nya pun cukup menarik, walaupun sangat, sangat predictable.


Ada satu scene di buku ini yang kesamaannya dengan detik-detik sebelum Battle of Hogwarts di Deathly Hallows cukup mengkhawatirkan. Jadi ceritanya seluruh warga kota Alicante berkumpul di Hall of the Accords, ketika Valentine tiba-tiba muncul dalam bentuk proyeksi. Disitu dia menawarkan kesepakatan damai asal seluruh Shadowhunter bersedia bergabung dengannya. Tawarannya somehow mengingatkan gue akan tawaran Voldemort.

"Neither," Valentine regarded the silent crowd. "I have no need to bargain," he said, and though his tone was calm, his voice carried as if amplified. "And no desire to gloat. I don't enjoy causing the deaths of Shadowhunters; there are precious few of us already, in a world that needs us desperately... "Very well," he said. "If you will not listen to reason, you will have to listen to force. I have already showed you I can take down the wards around your city. I see that you've put them back up, but that's of no consequence; I can easily do it again. You will either accede to my requirements or face every demon the Mortal Sword can summon. I will tell them not to spare a single one of you, not a man, woman, or child. It's your choice... "I will give you until tomorrow at midnight to consider my terms. At that time I will bring my army, in all its force, to Brocelind Plain. If I have not yet received a message of surrender from the Clave, I will march with my army here to Alicante, and this time we will leave nothing living. You have that long to consider my terms. Use the time wisely."

- Chapter 13: Where There is Sorrow


Dan ini kutipan dari Harry Potter and the Deathly Hallows.

'You have fought,' said the high, cold voice, 'valiantly. Lord Voldemort knows how to value bravery. 'Yet you have sustained heavy losses. If you continue to resist me, you will all die, one by one. I do not wish this to happen. Every drop of magical blood spilled is a loss and a waste. 'Lord Voldemort is merciful. I command my forces to retreat, immediately. 'You have one hour. Dispose of your dead with dignity. Treat your injured. 'I speak now, Harry Potter, directly to you. You have permitted your friends to die for you rather than face me yourself. I shall wait for one hour in the Forbidden Forest. If, at the end of that hour, you have not come to me, have not given yourself up, then battle recommences. This time, I shall enter the fray myself, Harry Potter, and I shall find you, and I shall punish every last man, woman, and child who has tried to conceal you from me. One hour.'

-J. K. Rowling, Chapter Thirty-Three: The Prince's Tale


Overall, City of Glass...



Click here to read the review in English.



1 view0 comments

Comments


bottom of page