Judul: Clockwork Angel (The Infernal Devices, #1) Penulis: Cassandra Clare Penerbit: Walker Books Publikasi: 31 Agustus 2010 Tebal: 448 halaman
One must always be careful of books and what is inside them, for words have the power to change us.
-- Chapter 4: We Are Shadows
"Tapi, Dhee, lo sendiri yang bilang nggak tahan sama tulisannya Cassandra Clare!"
"Kata lo, Clare tuh contoh terbaik penulis yang nggak tahu when to stop dan cuma mikirin $$$ doang!"
"Kayaknya baru kemarin deh lo sujud syukur udah kelarin City of Heavenly Fire. Kok sekarang masuk ke trilogi barunya Clare lagi?"
Jadi gini loh, guise. Pengennya juga gitu. Tapi kalian udah baca The Mortal Instruments sampai kelar belum? Kalo udah, kalian pasti ngerti kalo gue bilang di seri itu banyak banget referensi The Infernal Devices yang bikin penasaran sumpah. Dan walaupun sempet berkoar-koar nggak mau masuk lebih dalam lagi ke dunianya Clare demi kesehatan jiwa gue, salah seorang sahabat gue (yang ngebikin daftar Fantasy Books Reading List ituh) meyakinkan bahwa The Infernal Devices jauh lebih oke daripada The Mortal Instruments.
So here we are now!
Yang gue tangkep sih preminya agak-agak mirip TMI, cuma beda setting dan dengan penulisan yang lebih baik. THERE, I'VE SAID IT! Penulisan di buku ini emang lebih baik dan plotnya lebih oke. Tapi biar gue jelaskan jalan ceritanya dulu, ya.
Setting-nya di tahun 1878. Tessa Gray menyeberangi Samudera Atlantik demi mengunjungi abangnya, Nate, yang telah bekerja di London. Alasannya bukan hanya itu, sesungguhnya. Orangtuanya dan Nate telah meninggal sejak mereka masih sangat kecil, dan keduanya pun diasuh oleh tante mereka, Harriett. Akan tetapi, beberapa minggu (atau bulan?) yang lalu, Aunt Harriett meninggal. Berhubung bukan dari keluarga berada, Tessa terpaksa menjual apartemen dan barang-barang milik mereka demi membiayai pemakaman bibinya. Dan di tengah suasana duka itulah surat dari Nate datang, mengundang Tessa untuk datang dan tinggal bersamanya di London.
Namun, bukanlah wajah Nate yang menyambutnya di pelabuhan di London. Sepasang kakak-beradik menghampirinya dengan membawa surat bertulisan tangan Nate, memperkenalkan mereka sebagai Dark Sisters yang ia mintai tolong untuk menjemput Tessa di pelabuhan. Berdasarkan surat itu, Tessa pun setuju untuk mengikuti mereka.
Yang Tessa tidak tahu adalah fakta bahwa Dark Sisters adalah kakak-beradik warlock yang bekerja untuk seorang yang disebut Magister. Keduanya menyekap Tessa di sebuah rumah besar dan mengancamnya untuk mengikuti instruksi mereka kalau tidak mau hal buruk terjadi pada Nate. Setiap pagi, Tessa diharuskan mengikuti semacam pelajaran khusus untuk membangkitkan bakat terpendam dalam dirinya. Bakat yang Tessa sendiri tak pernah tahu ia miliki.
Yaitu shape-shifting. Atau kemampuan untuk mengubah dirinya sendiri menjadi orang lain, asalkan ia memiliki objek yang pernah menjadi kepunyaan orang tersebut.
Suatu hari, setelah upaya melarikan diri yang sia-sia, secara kebetulan sepasang Shadowhunter memasuki rumah tersebut dan menyelamatkan Tessa. Mereka adalah William Herondale dan James Carstairs, atau biasa dikenal sebagai Will dan Jem. Keduanya adalah parabatai. Mereka membawa Tessa ke Institute London yang judulnya sih dipimpin oleh Henry Branwell -- tapi sesungguhnya yang menjalankan tugas itu adalah Charlotte Branwell, istrinya.
19th century feminism? YEAH!
Di tempat inilah Tessa menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam benaknya sejak ia pertama kali menjejakkan kaki di London, yang berujung pada pertanyaan yang lebih banyak lagi. Jika ia memang warlock, seperti yang digadang-gadang Dark Sisters, mengapa ia tak memiliki tanda warlock? Apakah yang diinginkan Magister darinya? Siapakah orang tuanya? Di manakah Nate sesungguhnya disekap? Apakah ia masih hidup?
Dan... siapakah William Herondale sesungguhnya, sosok yang terbungkus rapi di balik selubung kegetirannya?
EGGLYSIS
Begitu baca beberapa halaman awal buku ini, gue langsung mengambil kesimpulan yang menghakimi. Will adalah Jace, dan Tessa adalah Clary. Will karena, ya, obvious reasons. He's a Herondale, Jace juga seorang Herondale. Belum lagi keduanya selalu digambarkan sebagai super ganteng dan super snarky, padahal sebenarnya rapuh di dalam. Pfft. Kebaca. Sedangkan Tessa? Well, dia sebenernya spesial, tapi selama ini nggak tahu kalo dia tuh spesial. Ring a bell?
Semua judgment ini langsung runtuh beberapa chapter kemudian. Oh sure, mereka memang mirip. Tapi penulisan Clare di buku ini lebih matang dan masuk akal. Dan gue mendapati diri gue rooting for Tessa. Nggak yang bener-bener kagum, cuma menurut gue tingkah lakunya masuk akal, khususnya untuk cewek remaja di abad ke-19. Apalagi obvious banget Clare bikin Tessa terjebak dalam konflik cinta segitiga. Beda dengan plotnya Jace/Clary/Simon di TMI yang bikin gue garukin muka saking gemesnya, plot Will/Tessa/Jem terasa menarik dan berbeda. Pertama, Tessa jauh lebih bertanggung jawab daripada Clary dan, walaupun masih remaja, nggak melulu ngikutin mau hormonnya. Kedua, Clare sukses bikin karakter Will dan Jem sama-sama intriguing, jadi pembaca pun terbagi dua siapa yang pada akhirnya akan dipilih Tessa.
Oh, dan villain-nya juga jauh lebih oke daripada Valentine dan Sebastian di TMI. Di bagian klimaks, Clare sukses mem-pull off plot twist yang gue pun nggak kepikiran ke situ. Sumpah, di situ gue kagum banget. Mungkin ada faktor gue selama ini underestimate Clare, but I didn't see that plot twist coming. Penjalinannya rapi dan nggak se-obvious TMI. Dan villain-nya terasa jauh lebih berbahaya.
Kalaupun ada komplen, yaa paling seperti biasa kebiasaan Clare menggambarkan karakter-karakternya dengan simile yang bikin banjir halaman. Dan diulang-ulang. Perfection-nya Will diulang-ulang terus sampai jengah rasanya. Dan gue kembali ingin mempertanyakan, kayaknya semua karakternya Clare tuh pasti attractive, ya? Bulu matanya panjang dan lentik lah, jawline-nya super angular lah, etcetc. I'm not against attractiveness, tapi realistislah. Bisa kan bikin karakter yang merebut hati pembaca tanpa harus merekanya attractive?
Overall, Clockwork Angel...
Click here to read the review in English.
Comments