top of page
Writer's pictureDelvirah Sabatini

Clockwork Prince (The Infernal Devices, #2)


Judul: Clockwork Prince (The Infernal Devices, #2) Penulis: Cassandra Clare Penerbit: Margaret K. McElderry Publikasi: 6 Desember 2011 Tebal: 502 halaman


If you hold it away from yourself long enough, do you lose it entirely? If no one cares for you at all, do you even really exist?

-- Chapter 7: The Curse


Love triangle, atau cinta segitiga, adalah konflik yang paling umum di berbagai karya fiksi. Bukan cuma di genre young adult maupun romance, melainkan juga di genre berat macam historical fiction dan epic fantasy. Masalahnya, plot love triangle itu tricky. Karakterisasinya harus kuat. Kalo enggak, bakal obvious banget siapa yang bakal end up sama siapa. Meen, bahkan seorang Brandon Sanderson pun sempet kesandung di plot love triangle -- dan itupun di series-nya yang paling gue puja, which is Mistborn!


Jadi, waktu mulai baca The Infernal Devices dan tahu banget preminya bakal ada love triangle, gue sempet pesimis. Apalagi love triangle bikinan Clare di The Mortal Instruments tuh bikin gue emosi dan gemes pengen gegarukin muka.


Kasus yang sama nggak terjadi di The Infernal Devices. Love triangle-nya gue acungi jempol!



Nggak semua perubahan itu menyenangkan. Khususnya perubahan yang akan dialami Tessa Gray. Kegagalan menangkap Mortmain di akhir Clockwork Angel dan ketidaktahuan akan adanya mata-mata di tengah Institute membuat Clave mengambil langkah tegas. Kedudukan Charlotte dan Henry sebagai pimpinan London Institute dievaluasi. Dengan adanya Benedict Lightwood di bayang-bayang, siap merebut posisi tersebut, Consul akhirnya setuju memberi batas dua minggu bagi pasangan Branwell itu untuk melacak keberadaan dan menemukan Mortmain. Dan, seakan belum cukup, Tessa dan Sophie kini diberi privat khusus untuk melindungi diri dari Gabriel dan Gideon Lightwood.


Masalah Tessa bukan itu saja. Keputusannya untuk menjauh dari Will terasa berat karena, well, mereka tinggal seatap meen, what do you expect? Beruntung ada Jem. Kehadirannya memudahkan Tessa untuk tidak memikirkan Will, membuat pikirannya jauh lebih tenang. Karena jika ada orang yang selalu hadir dengan kesetiaan dan kepeduliannya, ialah Jem.


Akan tetapi, ketika Jem mengutarakan perasaannya kepada Tessa, giliran cewek itu kembali limbung. Ini Jem, Jem yang sangat dikasihinya, Jem yang selalu ada buatnya. Ia mencintai Jem... bukan? Namun mengapa dunianya selalu terasa tersedot setiap kali ia bertemu dengan Will?


Will pun memiliki masalahnya tersendiri. Di buku ini, perlahan misteri masa lalunya dibongkar. Apa yang sesungguhnya terjadi di keluargnya yang membuat Will meninggalkan mereka dan memutuskan untuk bergabung dengan Shadowhunter? Terlebih, apa yang membuatnya mendorong semua orang yang mencintainya menjauh?


Pada saat yang bersamaan, Mortmain terus bergerak dan Charlotte kembali harus berhadapan dengan pengkhianatan dari dalam.


EGGLYSIS

I've said it, and I'm going to say it again. Plot love triangle di buku ini sempurna. Karakter Will dan Jem di-flesh out habis-habisan oleh Clare sehingga sukses bikin pembaca (dalam hal ini, gue) terbagi dua. Let me get this straight. Gue kesel sama Will, apalagi dengan cara dia memperlakukan Tessa. Dari sisi rasional, gue ingin Tessa memilih Jem yang steady, caring, dan jauh lebih baik. Masalahnya, begitu diberi tahu alasan dari sikap Will itu,  gue jadi bersimpati sama dia. Dan ketika gue udah bersimpati sama Will, juga bersimpati sama Jem, dan gue sayang sama dua-duanya karena they're both so adorable and they deserve all the happiness in the world... I just can't.



Tessa. Izinkan gue untuk mendiskusikan Tessa. I like her. Not love her, love her. Tapi gue menghargai usaha Clare untuk menciptakan heroine yang realistis dengan setting abad ke-19. And she's not annoying. She doesn't get under my skin kayak Clary. Well, ada beberapa keputusan yang dia ambil salah, tapi gue menghargai itu sebagai flaw dalam karakternya. Juga, walaupun ia terjebak dalam cinta segitiga, tapi Clare bisa bikin kita bersimpati sama Tessa tanpa nge-judge keplinplanannya. Karena itu bukan sepenuhnya salah dia, tapi juga salah Will. Tapi juga nggak melulu salah Will. Jem juga nggak salah. ADOH TUH KAN BINGUNG KAN HLPP.


That being said, gue rasa Clare terlalu fokus ke romansanya sampai ngelupain the bigger plot, which is serangan Mortmain. Plot tersebut kurang digali dan terkesan hanya tempelan aja. Seakan yang lebih penting adalah cinta segitiganya Will/Tessa/Jem, bukan peperangan Shadowhunter melawan makhluk ciptaan Mortmain yang rasanya sulit dikalahkan.


Tapi gue salut juga sih cara Clare bikin sosok Mortmain jadi serba misterius. Ini menambah kesan berbahayanya -- sesuatu yang nggak dimiliki Valentine dan Sebastian.


Overall, Clockwork Prince...



Click here to read the review in English.



0 views0 comments

ความคิดเห็น


bottom of page