Judul: Harry Potter and the Chamber of Secrets (Harry Potter, #2) Penulis: J. K. Rowling Penerbit: Bloomsbury Publikasi: 2 Juli 1998 Tebal: 251 halaman
"It is our choices, Harry, that show what we truly are, far more than our abilities."
-- Chapter Eighteen: Dobby's Reward
Kalo kita mundur ke lebih dari dua dekade lalu untuk bertemu dengan gue yang masih bocah dan nanyain lebih suka buku Harry Potter yang pertama atau yang kedua, si Delvirah cilik ini pasti akan menjawab Harry Potter and the Chamber of Secrets adalah favoritnya.
Gimana enggak? Kalo di buku pertama kita baru berkenalan dengan dunia sihir, di buku kedua dunia ini bertambah kompleks. Pengenalan karakter-karakter baru, musuh yang lebih berbahaya, bahkan misteri yang pemecahannya ala ala Sherlock Holmes!
Tahun kedua Harry di Hogwarts dimulai dengan drama yang kayaknya cuma bisa terjadi pada Harry seorang. Liburan musim panasnya dihabiskan galau karena temen-temennya nggak ada yang nyuratin dia sedikitpun. Lagi asyik meratapi nasib, mendadak ada seorang peri rumah yang muncul di kamarnya dan memintanya untuk nggak balik ke Hogwarts karena bakal ada kejadian berbahaya yang mengancam nyawanya.
Namun, Hogwarts adalah rumah sesungguhnya bagi Harry (and to a certain extend, ours). Dia nggak mengindahkan peringatan Dobby si peri rumah. Untungnya, kegalauan Harry nggak berbukti. Ron, Fred, dan George datang menjemputnya untuk menghabiskan sisa liburan musim panas di rumah keluarga Weasley. Yang lebih kece lagi, mereka datang dengan membawa mobil Ford Anglia yang udah diutak-atik Mr Weasley dengan sihir sehingga bisa terbang! Setelah beberapa minggu liburan yang menyenangkan, Harry dan anak-anak keluarga Weasley bersiap kembali ke Hogwarts.
Kesialan/drama tahun kedua Harry berlanjut di sini. Entah mengapa, ia dan Ron tidak bisa berjalan menembus palang peron 9¾. Merekapun ketinggalan kereta Hogwarts Express karena palang tersebut tetap tertutup sampai lewat pukul 11. Nah loh! Ngapain dong ini?
Tentu saja, Harry dan Ron diseleksi masuk Gryffindor bukan tanpa alasan. Alih-alih berpikir jernih, misalnya nih mengirim surat ke salah satu profesor di Hogwarts dan menjelaskan problema mereka ATAU menunggu Mr dan Mrs Weasley kembali dari peron 9¾, mereka memutuskan untuk mengendarai si mobil Ford Anglia dan terbang berangkat ke Hogwarts.
Nemu ini di Tumblr pas iseng browsing tag #marauders dan end up ngakak sendirian. Kacian McGonagall..
Walaupun kontroversial, tapi paling enggak Harry nyampe di Hogwarts dan siap memulai tahun pelajarannya. *phew*
Tantangan muncul dalam wujud Gilderoy Lockhart, profesor baru Defense Against the Dark Arts (versi Indo: Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam). Dengan fisik yang super ganteng, charming, tapi kok ya kayak tong kosong nyaring bunyinya, entah kenapa Lockhart memiliki keyakinan bahwa Harry hobi bagi-bagi foto bertandatangan dan memamerkan ketenarannya. Belum lagi Draco Malfoy yang menyuap tim Quidditch Slytherin sehingga ia bisa diterima menjadi Seeker. Persaingan keduanya makin meruncing di tahun ini.
Tapi semuanya itu bukan apa-apa dengan misteri mematikan yang merambati Hogwarts sejak Halloween. Satu per satu murid-murid Hogwarts berjatuhan -- bukan meninggal, namun mematung. Anehnya, seluruh korban adalah mereka yang lahir dari keluarga Muggle. Seakan-akan ada oknum yang menganggap anak-anak kelahiran Muggle tidak layak belajar sihir -- ide yang membuat Salazar Slytherin bertengkar dengan pendiri Hogwarts lainnya dan meninggalkan sekolah ribuan tahun lalu. Apakah keturunan Slytherin betul-betul ada di Hogwarts dan memurnikan sekolah ini dari kaum mudblood (versi Indo: berdarah lumpur)?
Dan pertanyaan yang terpenting -- apakah Harry keturunan Salazar yang dimaksud?
EGGLYSIS
Misteri di buku Chamber of Secrets ini terasa sangat lezat buat gue yang berumur sembilan tahun. Ada monster yang bergerak di dalam kastil tanpa terdeteksi -- monster yang mematikan. Terasa lebih berbahaya karena kecele sedikit, korbannya bisa saja meninggal. Tambahkan plot twist yang bikin mulut menganga di bagian akhir, juga klimaks yang eksplosif (pun intended), novel ini langsung jadi favorit gue kala itu.
Namun sekarang, ketika udah cukup veteran dalam genre fantasy dan menganalisis bermacam-macam buku dari berbagai angle, gue menyadari satu hal: formula Chamber of Secrets dan Philosopher's Stone sesungguhnya sama. Ada misteri di dalam kastil. Harry, Ron, dan Hermione merasa itulah panggilan hidup mereka untuk memecahkan misteri tersebut (kalo gue jadi temen seangkatan mereka, dan gue masuk Ravenclaw, pasti gue bete banget karena tiga cunguk ini bikin kehebohan mulu tiap tahun :P). Bad guy terungkap. Harry saves the day! Rinse, repeat.
Akan tetapi, itu nggak berarti buku ini nggak menarik. Chamber of Secrets terasa lebih menegangkan. Rowling pun memperluas cakupan dunia sihirnya. Pembaca diperkenalkan pada struktur sosial dan isu rasisme di dunia sihir: kemurnian darah seorang penyihir. Isu yang terefleksikan dengan sempurna dengan dunia nyata. Tanpa disadari para pembacanya yang kebanyakan belum lulus SD, Rowling sedang mengajak anak-anak ini untuk berpikir kritis mengenai ketidakadilan sosial.
Overall, Harry Potter and the Chamber of Secrets...
Comments