top of page
Writer's pictureDelvirah Sabatini

Harry Potter and the Deathly Hallows (Harry Potter, #7)


Judul: Harry Potter and the Deathly Hallows (Harry Potter, #7) Penulis: J. K. Rowling Penerbit: Bloomsbury Publikasi: 21 Juli 2007 Tebal: 607 halaman


Of course it is happening inside your head, Harry, but why on earth should that mean that it is not real?

-- Chapter Thirty-Five: King's Cross


Akhirnya, tibalah kita di buku pamungkas dari seri Harry Potter! Klimaks dari segala klimaks! Jawaban dari semua misteri yang belum terjawab! Dan moral lesson untuk jangan pernah mengambil inspirasi nama anak dari Harry. :P


Sebelum mulai membaca, gue sarankan untuk menyiapkan tisu yang cukup. Atau saputangan. Because you're in for quite a ride.


Kalo di Goblet of Fire kita disambut oleh Frank, seorang Muggle yang bernasib buruk ketemu Voldemort, lalu di Half-Blood Prince kita disambut Prime Minister Muggle dan Severus Snape, kali ini di Harry Potter and the Deathly Hallows kita disambut oleh... Lord Voldemort.



Seperti keputusannya di akhir buku Half-Blood Prince, Harry tidak akan kembali ke Hogwarts. Bersama dengan Ron dan Hermione, mereka akan melacak seluruh Horcrux Voldemort dan menghancurkannya. Memutus mata rantai menuju keabadian yang telah ia rancang dengan rapi. Dengan Ministry of Magic yang perlahan mulai disusupi anak buah Voldemort, serangan-serangan yang konstan terjadi, bahkan Dark Mark yang sering terlihat, warga dunia sihir hidup dalam ketakutan. Tidak tahu siapa yang bisa dipercaya. Trio kesayangan kita ini tahu resiko yang mereka hadapi dari misi berbahaya ini.


Namun sebelumnya, mereka harus menghadiri pernikahan.


Bill dan Fleur menikah di The Burrow, dan walaupun bukan pernikahan edisi sekampung yang diundang ala nikahan Indo, cukup banyak yang hadir. Selain keluarga besar Weasley dan Delacour, beberapa wajah yang kita kenal pun muncul. Ada Viktor Krum, Luna Lovegood dengan ayahnya, Xenophilius -- juga Elphias Doge, sahabat Dumbledore sejak bersekolah di Hogwarts.


Bukan rahasia lagi bahwa kematian Dumbledore meninggalkan rasa duka yang mendalam di dunia sihir. Lama digadang-gadang sebagai satu-satunya penyihir yang ditakuti Voldemort, kepergiannya di masa genting seperti ini membuat banyak orang panik. Belum lagi sosoknya yang misterius mengundang banyak tanda tanya. Salah satu yang berusaha menguak masa lalu Dumbledore yang penuh misteri adalah Rita Skeeter -- dan gue rasa kita tahu ke arah mana kisah ini menuju. Hanya 2 minggu setelah pemakaman Dumbledore, Rita meluncurkan buku kontroversial, The Life and Lies of Albus Dumbledore.


Sempat membaca beberapa kutipan menyengat dari buku itu, Harry yang penasaran pun berusaha mengorek kebenaran dari Elphias Doge. Namun sebelum rasa ingin tahunya, terpuaskan, pernikahan itu diinterupsi oleh kehadiran patronus Kingsley Shacklebolt.



Harry, Ron, dan Hermione segera ber-apparate keluar demi menghindari serangan Death Eaters. Bersama itu juga, bulan-bulan berbahaya penuh ketidakpastian menanti mereka. Karena dengan Voldemort menguasai kementerian, bukan hanya berarti Harry menjadi sosok yang paling dicari, melainkan juga regulasi yang mendiskriminasikan para penyihir Muggle-born diimplementasikan. Dunia sihir kacau balau.


Hanya Harry harapan mereka.


EGGLYSIS

Satu hal yang paling menonjol dan membedakan Harry Potter and the Deathly Hallows dengan buku-buku lainnya di seri ini adalah Hogwarts baru muncul di bagian klimaks. Selama tiga perempat bagian, kita ikut berkemah bersama trio favorit, mencari-cari keberadaan Horcrux dan menyusuri remah-remah jejak yang ditinggalkan Dumbledore mengenai Deathly Hallows. *wink wink*


Jo adalah mastermind yang sangat lihai dalam menjahit plot. Waktu pertama kali baca buku ini, berkali-kali gue dibuat amazed karena ia menyimpan banyak clue di enam buku terdahulu dengan sangat rapi. Hal-hal sesimpel kenapa Invisibility Cloak James bisa ada sama Dumbledore sebelum diberikan ke Harry, Draco melucuti tongkat Dumbledore di Astronomy Tower, bahkan signifikansi cara Harry menangkap Snitch pertamanya di pertandingan Quidditch pertamanya untuk Gryffindor... butuh baca ulang beberapa kali untuk mengagumi cara pikiran Rowling berproses.


Dari segi emosi, gue melalui buku ini dengan penuh cucuran airmata. Banyak karakter kesayangan kita yang berjatuhan dalam peperangan ini. Ada satu kematian di pertengahan buku yang selalu bikin gue nangis sesenggukan. Awalnya gue pikir karena pertama kali baca jadi masih efek kaget. Nah ini udah beberapa kali baca masih juga nangis dong. Berarti emang



Tetapi, buku ini punya kelemahan tersendiri. Menurut gue, plot Harry, Ron, dan Hermione berkeliling mencari Horcrux agak... dragging. Macam diseret. Nggak banyak hal yang terjadi. Mungkin character growth iya, tapi tetep aja terlalu lama. Kemudian mendadak klimaks susul menyusul terasa terlalu efisien dan agak deus ex machina.


Gue suka banget klimaksnya btw. Buat yang nonton filmnya, klimaks di buku berbeda daripada di film. Ada banyak orang yang jadi saksi. Dan gue suka simbol matahari terbit pada saat bersamaan dengan puncak klimaks. Dulu gue ngebayangin ini kalo diterjemahkan ke layar kaca bakal jadi simbol yang sangat powerful -- sayangnya, filmnya lebih condong ke CGI. Bahkan signifikansi kematian salah satu karakter yang seharusnya sama dengan yang lain pun nggak diterjemahkan dengan baik ke layar kaca. Oh well.


Tapi ku tetep sayang sama buku ini.


Overall, Harry Potter and the Deathly Hallows...





6 views0 comments

Comments


bottom of page