top of page
Writer's pictureDelvirah Sabatini

Harry Potter and the Order of the Phoenix (Harry Potter, #5)

Updated: Oct 28, 2020


Judul: Harry Potter and the Order of the Phoenix (Harry Potter, #5) Penulis: J. K. Rowling Penerbit: Bloomsbury Publikasi: 21 Juni 2003 Tebal: 766 halaman

Give her hell from us, Peeves.

-- Chapter Twenty-Nine: Careers Advice


Ini buku ter-angsty dari seluruh seri Harry Potter. Saking angsty-nya, gue pernah ngasih judul alternatif Harry Potter and All the Teen Hormones. :P


Kisah kita dibuka dengan Harry yang lagi bete. Tuh kan baru mulai aja udah angsty. Amarahnya terpendam. Penyebabnya adalah komunikasinya dengan dunia sihir terputus. Ron dan Hermione masih mengirimkan surat kepadanya, tapi isinya super-vague. Padahal sebagai satu-satunya sosok yang menyaksikan kebangkitan kembali Voldemort dan masih hidup, Harry menunggu-nunggu informasi mengenai tindak pencegahan apa saja yang sudah dilakukan Ministry of Magic dalam menghadapi bahaya ini.


Di suatu sore saat darahnya mendidih-didih, Harry berpapasan dengan Dudley saat sedang berkeliling kompleks Little Whinging. Memutuskan untuk mengalirkan emosinya ke Dudley, mereka hampir berkelahi sampai tiba-tiba hawa dingin mencekam menyelimuti mereka. Perasaan bahwa ia tak akan pernah bahagia lagi menjalari tubuh.


Dementor lepas di Little Whinging, kompleks perumahan Muggle.


Mau tidak mau, Harry melepaskan Patronusnya demi mengusir Dementor dan menyelamatkan Dudley. Tindakan heroik ini justru membuatnya dihadiahi surat pengeluaran dari Hogwarts oleh Ministry of Magic. Kenapa? Karena melakukan sihir di depan Muggle.


Baca: Karena Ministry of Magic korup. Tapi kita akan bahas ini belakangan.


Dumbledore melakukan lobi sana-sini hingga Harry tidak jadi dikeluarkan -- hanya diskors untuk sementara. Keputusan apakah ia jadi dikeluarkan atau tidak akan ditentukan pada sidang pendidikan yang berlangsung sebelum tahun ajaran baru dimulai. Tapi, come on, kita semua udah tahu hasilnya, bukan? Karena ini Harry Potter di serial yang mengusung namanya sebagai judul, dan ini baru buku ke-5. Tentu saja ia memiliki


Wrong fandom :P


Tahun kelima Harry di Hogwarts bisa dibilang tahun paling berat yang pernah ia alami. Rupanya, seluruh dunia sihir tidak mau percaya kalau Voldemort sudah kembali. Yang paling prominen adalah Cornelius Fudge yang menolak untuk percaya. Kenapa? Yaa, intinya dia delusional dan haus kekuasaan dan nggak mau susah. Jadi, dibantu Daily Prophet, mereka menggiring opini publik bahwa Harry sudah gila dan cari perhatian.


Nggak semuanya berpikir begitu, tentu saja yang paling utama Dumbledore. Begitu Harry memberitahu kalau Voldemort bangkit, ia segera membangkitkan kembali organisasi Order of the Phoenix. Sewaktu Wizarding War I, organisasi inilah yang bergerak melawan Voldemort dan pengikutnya, Death Eaters. Sayangnya, dulu mereka lemah karena lambat terbentuk. Kali ini, terimakasih kepada Harry, mereka bisa nyolong start. Isinya tentu saja karakter-karakter yang kita sayang: Sirius Black, Mad-Eye Moody (yang asli!), Remus Lupin, keluarga Weasley, bahkan karakter baru yang ngegemesin, Nymphadora Tonks.


Bukan itu saja. Kementrian sengaja menempatkan Dolores Umbridge sebagai profesor DADA di Hogwarts. Dibandingkan dengan guru-guru DADA sebelumnya, Umbridge membuat Lockhart tampak sebagai guru yang baik. Tunggu, biar gue ralat. Umbridge membuat Voldemort tampak seperti sosok yang ramah dan baik hati.



Segera saja jelas Ministry of Magic berusaha campur tangan di Hogwarts. Umbridge memiliki kekuasaan yang bahkan lebih daripada Dumbledore sebagai kepala sekolah. Penolakannya mengizinkan siswa menggunakan tongkat sihir/melakukan praktek sihir dalam tiap kelas DADA mengundang perlawanan dari berbagai pihak -- baik yang frontal maupun gerilya.


Kesalahan Umbridge adalah meremehkan segerombolan remaja angsty. Dimotori Hermione dan dikepalai Harry, para siswa Hogwarts membentuk gerakan bawah tanah Dumbledore's Army dengan tujuan mempelajari praktek sihir yang dilarang Umbridge.


Dan pemberontakan dimulai. ;)


EGGLYSIS


Umbridge di A Very Potter Sequel jauh lebih nakutin daripada yang di film, gaes.


Sejujurnya, Harry Potter and the Order of the Phoenix adalah buku Harry Potter yang paling nggak gue suka. Walaupun ukurannya paling tebal. Membaca buku ini adalah pengalaman tersendiri. Gue inget berusaha menikmati halaman demi halaman supaya nggak bablas habis, dan somehow karena angst yang terlalu memenuhi tiap halaman bikin tiap paragraf terasa berat.


Mulai dari bagian yang gue suka dulu kali, ya. Gue suka plot pemberontakan melawan Umbridge dan Ministry of Magic. Pergerakan bawah tanah anak-anak ini sungguh menyenangkan dibaca. Berbagai lelucon yang dilontarkan Fred dan George, kemajuan Neville hingga tidak lagi malu-malu dan berhasil menguasai berbagai mantra kompleks, bahkan sungguh menyenangkan melihat pertumbuhan Ginny yang udah nggak lagi salting di depan Harry. Suka banget lihat pertumbuhan karakter mereka.


Harry cukup problematik di buku ini. Dari awal, dia memendam banyak emosi negatif yang bikin dia lebih meledak-ledak. Ada faktor lain, of course, tapi itu ranah spoiler jadi nggak kita bahas di sini. Kesimpulan sederhananya adalah dia masih trauma habis menyaksikan Voldemort bangkit dan teman sekolahnya dibunuh di hadapannya. PTSD gitu. Makanya dia jadi superdark dan impulsif tingkat dewa.


Konfliknya sebenernya cukup menarik, tetapi Jo bener-bener takes her time in telling the story, jadi banyak bagian yang terasa terlalu panjang. Contohnya, bagian di Grimauld Place terasa terlalu diseret.


Overall, Harry Potter and the Order of the Phoenix...




3 views0 comments

Kommentare


bottom of page