Judul: Inteligensi Embun Pagi (Supernova, #6) Penulis: Dee Lestari Penerbit: Bentang Pustaka Publikasi: 26 Februari 2016 Tebal: 724 halaman
Akulah awal dan engkaulah akhir Meniadakan kita berdua Adalah satu-satunya cara kita bisa bersama.
Jadi gini ceritanya.
Pada suatu siang yang cerah ceria di tanggal 26 Februari 2016, gue lagi berkunjung ke Toko Gunung Agung sama enyak dan kakak gue. Gue sama sekali nggak ada inkling kalo itu adalah hari spesial. FYI, at that moment, gue lagi sibuk persiapan keberangkatan angkatan 58 LPDP, jadi kurang lebih selama 2 bulan gue ibaratkan living under a rock. Jangankan baca buku, nonton berita di tipi aja nggak sempet. Padahal emak gue saban hari nontonin MetroTV udah kayak minum obat.
Eeniwei, balik ke cerita.
Jadi siang itu gue mampir ke TGA buat beli perlengkapan pritilan pernikahan kakak gue. Lagi nyari-nyari kertas label buat nempelin undangan, tiba-tiba mata gue tertumbuk ke setumpukan buku tebel warna putih yang kece berat ada kinclong-kinclong hologram gitu. Dan napas gue seketika tercekat pas baca judul yang terpampang gede-gede di sampulnya.
INTELIGENSI EMBUN PAGI.
DUDE.
INTELIGENSI EMBUN PAGI TERBIT DAN GUE NGGAK TAHU SAMA SEKALI. BLASPHEMY!!! SHAME ON ME!
Okay, long story short, akhirnya gue memutuskan untuk beli IEP. Walaupun minggu selanjutnya, dari tanggal 29 Februari sampai 05 Maret gue tersita dengan PK LPDP. Trus habis itu gue terkapar selama 3-4 hari karena ini badan lemah banget sumpah. Dan gue baru baca buku ini hari Minggu kemarin. Eh apa Senin? Ya pokoknya itulah.
Inteligensi Embun Pagi, atau kita singkat IEP aja biar imut-imut, adalah instalmen terakhir dari seri Supernova karya Dee Lestari. To say that I have been waiting for this book is simplifying the condition. Sejak pertama jatuh cinta mati-matian sama KPBJ, ini adalah hari yang gue tunggu-tunggu. Untuk akhirnya mengetahui apa yang terjadi pada Diva, apa akhir pencarian Bodhi, ngakak bareng Etra dan geng Elektra Pop, ikut mencari-cari keberadaan Firas bersama Zarah, dan berbatak-batak ria sama Alfa... gengs, this is the book with all the answers.
Or, at least, that was how I thought it should be.
Kita elaborate ceritanya dulu, ya.
IEP picks up where Gelombang left off. Alfa melanjutkan pencariannya bersama sosok yang sukses bikin kita jejeritan di akhir Gelombang, which is Kell. Yups, Kell adalah Infiltran -- which means satu crackpottery gue yang muncul habis baca Gelombang terbukti benar. YES! Tapi bukan Kell aja yang identitasnya ketahuan. Ada beberapa sosok yang kita tahu di buku-buku sebelumnya, dan rupanya mereka adalah Infiltran dan/atau Sarvara. Kalau Infiltran sih seneng yak. Yang terbukti jadi Sarvara ini... hanjer. Ada satu tokoh yang di-reveal ternyata adalah Sarvara cukup awal di cerita, dan gue siyok sesiyok-siyoknya. Let's say bahwa setiap tokoh yang pernah kita temui di buku-buku Supernova sebelumnya, be it main character atau secondary atau bahkan tertiary character, ternyata kalo nggak Infiltran, Sarvara, yaa Harbinger.
Bodhi dan Etra berusaha mencari tahu apa penyebab keanehan yang mereka alami sejak pertama mereka bertemu. Kondisi mereka dihalangi oleh Sarvara-Sarvara yang berusaha menghancurkan rahasia misi mereka. Beruntung Alfa dan Kell datang tepat waktu -- walau ini berarti Bodhi harus berhadapan, bukan hanya dengan satu, melainkan dua sosok yang bangkit dari liang kubur dalam hidupnya.
Sementara itu, by a funny twist of fate, Zarah dan Gio dipertemukan. Mereka yang awalnya hanya saling membantu, thanks to Paul Daly, rupanya perlahan menyibak misteri di balik catatan-catatan jurnal Firas. Bukan hanya itu. Bagaimana rasanya ketika attraction yang keduanya rasakan ternyata memiliki sejarah ribuan tahun di baliknya?
Intinya, di IEP ini para Harbinger penghuni Gugus Asko tersayang kita ini akhirnya dipertemukan dan dipersatukan untuk misi terakhir yang mengharuskan mereka untuk mengunjungi tanah kelahiran salah satu dari mereka. Kejutan tidak sampai di situ -- berbagai pengkhianatan dari pihak-pihak yang berperan penting dalam hidup mereka menyerang bertubi-tubi, juga kebenaran yang rasanya lebih baik tidak perlu diketahui karena begitu sakit rasanya.
EGGLYSIS
Novel ini fast paced. Banget. Dari halaman pertama aja udah langsung nendang. Which is buat gue nggak masalah banget karena, let's face it, ini buku terakhir. Di mana-mana, buku terakhir itu harus nendang dan fast paced -- kalo enggak, gue justru mempertanyakan kredibilitas penulisnya.
Kita mulai dari positif dulu yaa. Walaupun banyak orang bilang cara penulisan Dee berubah jadi lebih pop, khususnya setelah Perahu Kertas, gue termasuk dari segelintir orang yang nggak mempermasalahkan hal itu. Sure, style-nya berubah. Tapi rangkaian kata Dee tetap indah, menggelitik, dan, dalam banyak hal, menusuk right in the feels. Humor satirnya juga tetep favorit. Dari segi penulisan dan gaya bahasa, gue nggak ada masalah.
Dari segi karakter, Dee sukses bikin kita tetap jatuh sayang sama ciptaan-ciptaannya. Gio tetep the hapless romantic that he is, Bodhi tetap menyimpan kekuatan di balik kerapuhannya, Elektra tetep polos dan duduls yang bikin sayang, Zarah tetap menyimpan misteri dan kekuatan seorang wanita, dan Alfa tetep... ganteng. Duh, maap yak, gue jatuh cinta banget sama Alfa. Kesetiaan gue sama Gio tergantikan otomatis sama sosok Alfa yang nerdy, ganteng, dan bromance sama Kell dan Bodhinya oke bangets. Bukan hanya para main character a.k.a. Harbingers aja, tetapi juga dinamika yang dibawa para Infiltran ke dalam cerita sangat oke. Dan walaupun karakterisasi Sarvaranya kebanyakan terasa 2D, ada satu karakter yang cukup intriguing karena berkali-kali gue mempertanyakan, "Do you really feel, or is it all just pretend?"
That being said, banyak hal-hal yang terasa missed di novel ini. Oke, gue paham kalo Dee ingin memberi ruang bagi pertanyaan-pertanyaan pembaca. Tapi beberapa rajutan kisah yang dibuat open ended bukannya intriguing malah ngeselin. Bukannya memancing gue untuk berdiskusi sehat malah bikin gue ngedumel.
Allow me to elaborate. Dan gue usahaaa banget untuk nggak spoiling di bagian ini.
Inget di bagian atas gue bilang banyak tokoh-tokoh yang ternyata secretly Infiltran/Sarvara/Harbinger? Bukan banyak lagi -- tapi semua. Bisa dibilang, hampir semua tokoh yang memiliki nama di seri Supernova ini buntut-buntutnya adalah Infiltran/Sarvara/Harbinger. Satu-dua gue masih okeh. Lebih dari lima gue mulai ngerasa nggak enak. Ketika lebih dari sepuluh? Tunggu dulu, deh. Ini namanya plot yang terlalu convenient. Ketika nyaris semua nama yang lo kenal adalah Infiltran/Sarvara/Harbinger, tiga klasifikasi itu nggak jadi spesial lagi. Dan untuk seri yang bikin mikir kayak Supernova, ini terasa terlalu mudah.
Ada dua sosok yang digambarkan hilang di Akar dan Partikel, yaitu Diva dan Firas. Waktu pertama baca soal kehilangan mereka yang kayak lenyap ditelan bumi, rasa penasaran gue tergelitik. Ada sesuatu yang spesial dari kehilangan mereka. Rasanya seperti ada secret doom di balik ini semua yang jika tidak tersingkap akan berakibat fatal bagi tokoh-tokoh utama kita. Yang bikin kecewa berat, di IEP misteri ini nggak diselesaikan. Correct me if I'm wrong, tapi rasanya seperti Dee pun bingung apa fungsi di balik plot hilangnya dua sosok ini, sementara jalan cerita terus mengalir cepat, jadilah plot mereka buru-buru ditarik simpulnya. Jadinya hambar. Jadinya, lo mikir, "Hah, gitu doang? Then what's the point?"
Oke, bagian ini sangat spoilery. Run for your life kalo nggak mau ke-spoil nasibnya Diva dan Firas. ***SPOILER BEGINS*** Intinya, di IEP sosok Diva hanyalah sekadar katalisator rangkaian peristiwa hingga ke bagian klimaks. Romance-nya dengan Gio yang terasa begitu misterius dan spesial di awal jadi kayak buru-buru disapu bersih. Nggak spesial sama sekali. Dan Firas? Kita bahas di point berikut.
Di Partikel, hilangnya Firas adalah penggerak utama plotnya Zarah. Firas hilang setelah mempersiapkan Zarah untuk perannya sebagai Harbinger. Dan hilangnya Firas amat misterius. Bukit Jambul disisir berkali-kali, namun tak sekalipun sosok maupun jasadnya ditemukan. Akan tetapi, di buku ini begitu mudahnya Gio menemukan jasadnya yang terbujur rapi di tengah jamur-jamur? What's so special about Gio yang bikin dia bisa menemukan Firas semudah itu, sementara Zarah yang udah mondar-mandir Bukit Jambul nggak berhasil? Tapi, tunggu. Misteri Firas belum selesai sampai di situ. Rupanya, dia dipenjara oleh Simon agar bisa dikonversi jadi Sarvara. At one point, Firas berhasil dibangkitkan jadi Sarvara. Di bagian itu, gue merasa ini klimaks yang cukup gaswat. Kalian bayangkan Zarah yang amat mengasihi ayahnya tiba-tiba harus dihadapkan kembali dengan sosok yang ia cari-cari selama 12 tahun, namun kali ini sebagai musuhnya. I expected some kind of a father/daughter showdown. Tapi apa yang terjadi? None. Nothing. Firas bangkit, lalu selesai. Dia bahkan nggak sempet ngomong apa-apa. Lo jadi mempertanyakan dong, so what's the point of having him missing in the first place, lalu bangkit jadi Sarvara? ***SPOILER ENDS***
Ada beberapa tokoh yang rupanya adalah Harbinger dari gugus yang berbeda, a.k.a. bukan dari Asko. Gugus mereka rupanya telah dihancurkan oleh Sarvara. Di bagian klimaks buku ini, dua Harbinger dari gugus yang telah dihancurkan itu saling dipertemukan. Gue menarik kesimpulan dong kalau mereka ini punya jawaban atas misteri lain di buku ini. Mungkin, hancurnya gugus mereka mempengaruhi Asko secara tidak langsung. Mungkin mereka berperan dalam final battle antara Harbinger dengan Sarvara. Mungkin, mungkin, mungkin. Faktanya, inilah salah satu simpul yang dibiarkan terurai oleh Dee tanpa adanya jawaban. Dan ini kembali bikin gue mempertanyakan, dude, what's the point?
Surat-surat kepada para Harbinger yang bertandatangan S? It means nothing. If else, itu malah jadi penyesat, bukannya petunjuk. Antiklimaks banget yak, apalagi gue bener-bener ngerasa kalau surat-surat itu adalah petunjuk sendiri bagi para Harbinger.
Kurang lebih itulah alasan kenapa gue kecewa sama IEP ini. Mungkin kekecewaan ini timbul dari ekspektasi yang kelewat tinggi ya, karena kalau nggak ngikutin ekspektasi sebenernya buku ini seru kok. Pace-nya oke dan bikin mata nempel nggak bisa lepas dari awal sampai akhir. Karakter-karakternya juga bener-bener bikin jatuh sayang. Malahan, ada satu character death yang bikin gue nangis sesenggukan di pojokan. Tapi, ya itu. Sebagai kisah pamungkas, IEP sangat antiklimaks. Tidak menjawab banyak pertanyaan, membiarkan terlalu banyak simpul terurai -- atau malah banyak yang buru-buru ditarik simpulnya dan jadi nggak dapet tendangan klimaksnya.
Overall, Inteligensi Embun Pagi...
Click here to read the review in English.
Comments