top of page
Writer's pictureDelvirah Sabatini

Last Sacrifice (Vampire Academy, #6)


Judul: Last Sacrifice (Vampire Academy, #6) Penulis: Richelle Mead Penerbit: Razorbill Publikasi: 7 Desember 2010 Tebal: 594 halaman


'Ah, my daughter,' he said. 'Eighteen, and already youʹve been accused of murder, aided felons, and acquired a death count higher than most guardians will ever see.' He paused. 'I couldnʹt be prouder.'

Dan akhirnya, sodaraku, kita sampai juga di buku terakhir seri Vampire Academy, Last Sacrifice!


Gue sebetulnya bingung harus bereaksi gimana prior to baca buku ini. Kalimat penutup Spirit Bound kampretnya sumpah ngalahin Shadow Kiss, jadi yang pasti gue super penasaran. And a little bit excited.


Last Sacrifice dibuka dengan Rose yang berada di penjara di court. Ironisnya, ini adalah penjara yang sama dengan penjara Victor dulu di buku pertama. Penjara tersebut digambarkan sebagai tempat yang bikin super depresi. Semuanya putih, bersih, dan mulus -- mulai dari lantai sampai langit-langit. Nggak ada yang bisa digunakan untuk mengalihkan perhatian. Ditambah fakta bahwa Rose cuma punya waktu dua minggu untuk membuktikan ketidakbersalahannya. Dikit lagi, gila udah. Dia mencoba untuk masuk ke pikiran Lissa sebagai pelarian, namun Lissa memblokirnya.


Jawaban datang keesokan harinya, saat pemakaman Ratu Tatiana. Lissa tak lagi memblokirnya, tapi Rose bisa merasakan sahabatnya itu menyembunyikan sesuatu. Tiba-tiba, di tengah keramaian para undangan, sebuah patung di depan gereja meledak. Timbul kekacauan. Bukan hanya di luar, melainkan juga di dalam penjara, karena Rose mendengar para penjaganya diserang -- oleh Mikhail dan Eddie. Rupanya, mereka (plus Lissa, Christian, Adrian, Abe, dan mungkin juga Janine) merencanakan pelariannya untuk mengulur waktu. Let's face it, mana cukup sih dua minggu untuk mengumpulkan barang bukti dan kesaksian yang dibutuhkan? Maka Rose pun lari dari Court, bersama Dimitri.



Bukan cuma sama Dimitri, sih. Ada Sydney juga. I was just finding an excuse to use that gif. :P


Mereka lalu pergi sejauh mungkin dari Court. Tujuannya, ya itu. Ngulur dan buang waktu sampai teman-teman mereka di Court menemukan pembunuh Tatiana yang sebenarnya. Tapi, as always, Rose nggak bisa diem dan nurut rencana orang. Sampai tahap ini, gue udah mulai kebal sama karakternya, jadi gue udah nggak roll eyes dan gedeg sendiri lagi.


Aanyway, Rose mengusulkan supaya mereka pergi mencari adik tiri Lissa yang misterius supaya dia bisa mempunyai hak suara di Court. Masalahnya, saat ini yang jadi prioritas utama bukanlah persidangan Rose, melainkan pemilihan Raja/Ratu baru untuk menggantikan Tatiana. Supaya bisa mengulur waktu bagi Rose lebih lama lagi, Lissa mau tak mau bersedia dicalonkan ketika sahabat-sahabat Moroinya mengusung namanya sebagai calon Ratu.


Dengan waktu yang bergulir semakin cepat, bisakah mereka menemukan pembunuh Tatiana yang sebenarnya? Dan bisakah Rose memastikan Lissa memperoleh hak suaranya, ketika satu-satunya orang yang tahu keberadaan adik tiri Lissa adalah seorang Strigoi -- yang dulunya adalah Sonya Karp?


EGGLYRIS

Sebenernya, gue berharap banyak pada buku terakhir ini. Richelle seems like a writer who's willing to take risks -- terbukti dari langkahnya membuat Dimitri jadi Strigoi (walau buntutnya balik Dhampir lagi) dan jadiin Rose tersangka pembunuhan Tatiana. But oh well, like I said, Richelle loves her character too much.


Rose udah tolerable. Dia masih impulsive, tapi sekarang dia udah lebih memikirkan orang lain. Yang gue suka dari buku ini adalah Rose dan Lissa sama-sama berusaha untuk membantu sahabat mereka. Mereka nggak mau diem begitu aja. Ahh, friendship. :') Akan tetapi, kalo udah menyangkut Dimitri dan Adrian, well... dia masih jahat. Tapi keselnya gue ke Rose nggak separah keselnya gue ke Clary di TMI, sih. At some point, di konfrontasi terakhirnya dengan seorang cowok (I won't say who :P ), apa yang dia omongin ada benernya. It hurts, but... oh, well. That's what you get when playing with fire. *gives a character a hug*


Di buku ini juga kerasa banget Richelle lagi men-setup seri terbarunya, Bloodlines. Kita diperkenalkan pada golongan Keepers, setelah sebelumnya dikenalkan dengan Alchemist. Sydney memainkan peran yang cukup besar di buku ini -- gue rasa karena dialah karakter utama di Bloodlines.


Klimaks dan revelation-nya nggak berkenan di gue. Pelakunya emang nggak disangka-sangka, seperti keahlian Richelle, tapi kali ini gue rasa alasannya nggak masuk akal dan... OH COME ON!


Endingnya, terlalu saccharine sweet. Dan bikin gue malah nggak terkesan. Kalau kata temen gue, I'm a tough bitch to please.


Overall, The Last Sacrifice...



Click here to read the review in English.



2 views0 comments

Comments


bottom of page