Judul: Les Misérables Penulis: Victor Hugo Penerbit: Thunder Bay Press Publikasi: December 2012 Tebal: 1262 halaman
Let us never fear robbers nor murderers. Those are dangers from without, petty dangers. Let us fear ourselves. Prejudices are the real robbers; vices are the real murderers. ...Let us think only of that which threatens our soul.
Volume I: Fantine, Book I: A Just Man, Chapter VII: Cravatte
Kalo mesti bikin nominasi buku terbaik sepanjang masa, gue yakin buku ini akan masuk urutan teratas.
Les Misérables adalah sebuah novel epic historical fiction yang ditulis oleh Victor Hugo dan diterbitkan pada tahun 1862. Novel ini membahas tentang isu-isu yang amat sentral di negara Prancis yang kala itu mengalami pergolakan politik pasca-Revolusi Prancis. Kepala pemerintahan yang berganti-ganti, sistem pemerintahan yang tidak konsisten, ditambah krisis dalam negeri dan ketidakadilan sosial yang dialami rakyat kecil mendorong Hugo untuk menulis novel ini. Konon, ada dua kejadian nyata yang menginspirasi dua karakter krusial di novel ini, yaitu Jean Valjean dan Fantine.
Walaupun sekarang sangat populer, pada awal penerbitannya Les Mis diterpa oleh banyak kritik negatif. Kebanyakan terfokus pada pandangan pribadi Hugo yang terasa amat kental di tiap halamannya: betapa ia sangat membenci sistem monarki dan simpatinya terhadap para revolusioner di June Rebellion -- pemberontakan dari kelas pekerja yang berlangsung pada 5-6 Juni 1832 dan berakhir dengan kegagalan.
Sebelum kita masuk ke ceritanya, pihak penerbit tidak lupa menyelipkan kata pengantar yang mendeskripsikan Les Misérables dengan sempurna.
So long as there shall exist, by reason of law and custom, a social condemnation, which, in the face of civilization, artificially creates hells on earth, and complicates a destiny that is divine with human fatality; so long as the three problems of the age—the degradation of man by poverty, the ruin of women by starvation, and the dwarfing of childhood by physical and spiritual night—are not solved; so long as, in certain regions, social asphyxia shall be possible; in other words, and from a yet more extended point of view, so long as ignorance and misery remain on earth, books like this cannot be useless.
Kisahnya dituturkan dari sudut pandang tokoh utama kita, Jean Valjean. Ia adalah seorang bekas narapidana yang dipenjara selama sembilan belas tahun karena mencuri sebongkah roti demi memberi makan kakaknya yang seorang janda dan delapan anaknya yang masih kecil. Mereka hidup di bawah garis kemiskinan. Ketika bebas, ia berharap dapat kembali lagi hidup membaur bersama masyarakat. Sayangnya, surat pembebasannya memberi peringatan kepada siapapun yang akan mempekerjakan maupun memberinya tempat tinggal bahwa ia adalah orang yang berbahaya. Ia kelaparan, ia kelelahan, ia butuh tempat istirahat; tak ada yang sudi menampungnya.
Namun seorang uskup yang sangat disayang oleh warganya di kota Digne memiliki prinsip yang berbeda. Uskup Myriel hanya memiliki satu ambisi: menolong dan meringankan beban orang lain. Ketika peringatan tentang Valjen sampai di telinganya, ia mengingatkan pelayannya untuk menolong Valjean. Seperti yang sudah ditebak, Valjean pun mengetuk pintu rumahnya dan Myriel menyambutnya dengan hangat. Sayangnya, sembilan belas tahun di penjara mengubah karakter Valjean. Malam itu, ia mencuri seperangkat peralatan makan perak dan kabur.
Apa yang terjadi selanjutnya rasanya sudah cukup umum diketahui. Walaupun Valjean ditangkap gendarme (semacam satpam kompleks di Prancis jaman dulu), Myriel membebaskannya dan menyentuh hati Valjean.
I'm not crying you're crying
Tersentuh oleh pengampunan yang ia terima, Valjean bertekad untuk meninggalkan cara hidupnya yang lama. Ia merobek surat pembebasannya dan memulai hidup baru bukan sebagai Jean Valjean.
Kita kemudian diperkenalkan dengan Fantine, seorang wanita muda yang bekerja di sebuah pabrik kepunyaan Monsieur Madeleine di kota Montreuil. Kecantikan Fantine sering membuat banyak cewek iri dan cowok tertarik padanya, terutama mandor pabrik tempatnya bekerja. Namun begitu ketahuan bahwa Fantine memiliki anak di luar nikah, ia dipecat dari pekerjaannya oleh si mandor yang sakit hati dan harus bertahan hidup di jalanan tanpa pekerjaan yang layak, juga anak yang harus dinafkahi. Fantine pun terpuruk dalam prostitusi demi memenuhi kebutuhan anaknya.
Monsieur Madeleine tak lain dan tak bukan adalah Jean Valjean, dan ia menyesali kealpaannya dalam membela Fantine ketika bertemu dengannya di jalanan. Ketika Fantine akan ditahan oleh Javert, ia mati-matian membela wanita yang sedang sakit itu dan membawanya ke rumah sakit. Pada saat yang bersamaan, Javert rupanya masih menyimpan dendam terhadap Valjean yang berhasil hilang tanpa jejak. Seorang bekas narapidana yang mirip Valjean dibawa ke pengadilan dan dipaksa untuk mengaku. Hati nurani Valjean tidak sanggup membiarkan orang tak bersalah ini menanggung kejahatannya.
Apa yang akan Valjean lakukan? Semuanya ini berkulminasi sampai pada puncaknya kita akan bertemu dengan para revolusioner muda yang membentuk perkumpulan Les Amis de l'ABC. Kelompok ini terdiri dari mahasiswa dan kaum pekerja yang mengkritik sistem pemerintahan Prancis dan memprakarsai Pemberontakan Paris tahun 1832 (Paris Uprising in 1832).
EGGLYSIS
GUE GA BISA BERHENTI NGOMONG KALO UDAH MENYANGKUT LES MIS!!!
Oke, oke. Hal pertama yang bisa gue sampaikan ke kalian adalah novel ini tebel. Banget. Terkenal dengan julukan The Brick, gue menyarankan kalian yang kepo membandingkan copy buku Les Mis yang kalian miliki (versi unabridged) dengan sebongkah batu bata.
SAMA CUY TEBELNYA.
Versi yang gue punya tebelnya 1262 halaman dengan tulisan cilik-cilik. Rata-rata bisa gue santap habis dalam rentang waktu enam hari. Namun tantangannya bukan dari tebalnya, tetapi dari fakta bahwa sebagian besar konten buku ini adalah essay.
Yup, kalian nggak salah dengar. Victor Hugo menyelipkan berbagai macam essay yang sebenernya nggak punya andil apa-apa dalam plot, but because he was a genius well why not? Belum juga masuk seratusan halaman, kita udah disuguhi essay sepanjang ~80 halaman mengenai Battle of Waterloo. Memasuki chapter mengenai kota Paris, ada tiga macam essay yang cukup legendaris bagi para penggila Les Mis cem guah: mengenai street urchin (anak-anak jalanan), mengenai bahasa slang abad ke-19, DAN oh ini yang paling epic.... Parisian sewer system a.k.a. sistem pembuangan Paris.
Dulu editor-nya disogok apadeh sama Hugo sampai hasil akhirnya cem gini?
Ini bukan komplen, btw. Well, sort of. Anyhoo, sama kayak gue ngebanyolin War & Peace beberapa bulan lalu tapi masih dibikin terkagum-kagum, kayak begitulah perasaan gue sama Les Misérables. Semua tokohnya bikin jatuh sayang, bahkan Javert (yang bukan tokoh antagonis ya, menurut gue tokoh antagonis di Les Mis adalah sistem pemerintahannya sendiri. ....atau Victor Hugo? :P ). Plotnya luas dan kaya, dan kita bisa merasakan betapa Hugo mencurahkan jiwa dan kepercayaannya di dalam karya ini. Pesan moral yang diangkat pun sungguh baik: Kita semua bisa mengasihi saudara-saudara kita; kita semua bisa saling memancarkan kebaikan dan menciptakan dunia yang lebih baik.
Overall, Les Misérables...
Click here to read the review in English.
Comments