top of page
Writer's pictureDelvirah Sabatini

Message in a Bottle


Judul: Message in a Bottle Penulis: Nicholas Sparks Penerbit: Warner Books Publikasi: 1 April 1998 Tebal: 352 halaman


Someday you'll find someone special again. People who've been in love once usually do. It's in their nature.

Message in a Bottle adalah novel terakhir karya Nicholas Sparks yang pernah gue baca, yang juga menandai turning point gue. I dunno, I guess I sort of just grew out of being a hapless romantic? Anyway, seperti judulnya, yang menjadi pemicu dari tindakan karakter-karakter utama di novel ini adalah surat-surat di dalam botol yang dilemparkan ke laut dan hanyut dibawa ombak, mungkin akan dibaca oleh seseorang di ujung dunia sana.


Theresa Osborne menemukan sebuah botol yang berisi surat yang ditulis seorang duda kepada istrinya yang telah lama meninggal sebagai salah satu caranya untuk mengatasi rasa dukanya yang begitu mendalam. Penasaran akan sosok misterius yang menulis surat itu dan menandatanganinya dengan Garrett, Theresa yang bekerja di Chicago Tribune berusaha melacaknya dan akhirnya berhasil menemukannya. Garrett tinggal di North Carolina dan kesanalah Theresa pergi untuk melacaknya. Theresa, yang merupakan seorang single mother yang baru-baru saja bercerai, ternyata menemukan cinta yang baru dalam diri Garrett. Namun Garrett ternyata masih tak sanggup melepaskan Catherine -- hal yang sering menjadi sumber pertengkaran mereka. Selain itu, masih juga ada masalah jarak dan berbagai macam perbedaan yang mereka hadapi. Sanggupkah mereka mengatasi itu semua? Atau apakah cinta sanggup mengatasi segalanya?


EGGLYSIS

Gue tuh dulu fans beratnya bapak Nicholas Sparks. Self-proclaimed. Dia tulis buku apa aja, gue pasti langsung cusss beli. Gue suka banget The Notebook. A Walk to Remember punya tempat spesial di hati gue. Tapi Message in a Bottle... hmm.


Ada bagian dari diri gue yang ngerasa mungkin kebetulan aja gue grew out of the genre pas baca buku ini. Tapi kalo dipikir-pikir, keenggaksukaan gue sama buku ini ada faktor teknikalnya. Pertama, hubungan Theresa dan Garrett nggak terasa real. Garrett masih dalam keadaan berduka, dan kehadiran Theresa seperti memaksakan dia untuk move on, padahal belum siap. Oke, argumennya adalah nggak baik terbenam dalam duka berlama-lama. Makes sense. Tapi cara Theresa nge-treat memori Catherine terasa egois dan bikin gue nggak simpatik sama karakternya.


Poin selanjutnya adalah sex scene. I don't mind sex scene, terlebih di genre romance, asal dieksekusikan dengan baik. Mungkin karena gue nggak klik sama chemistry antara Theresa dan Garrett jadi sexy time mereka nggak berasa krenyes-krenyes di hati. Cuma sekedar hawt doang, udah. Jadi mereka having sex for the sake of bapak Nicholas Sparks bisa nulis adegan yang panas.


Walaupun gue terpoteque-poteque sama ending-nya, tapi mostly gue nggak ngerasa itu konklusi yang tepat. Seakan itulah jalan pintas yang diambil bapak Nicholas karena alternatifnya susah buat dieksekusi.


Overall, Message in a Bottle...



Click here to read the review in English.



0 views0 comments

Kommentare


bottom of page