top of page
Writer's pictureDelvirah Sabatini

Northanger Abbey, Lady Susan, The Watsons, and Sanditon


Judul: Northanger Abbey, Lady Susan, The Watsons, and Sanditon Penulis: Jane Austen Penerbit: Oxford University Press Publikasi: 1 Mei 2008 Tebal: 379 halaman


The person, be it gentleman or lady, who has not pleasure in a good novel, must be intolerably stupid.

-- Volume I, Chapter XIV

Yukmari kita bahas buku dari salah satu penulis klasik favorit gue yang berjudul Northanger Abbey!


.....well, technically. Soalnya judul yang dipasang paling gedenya tuh Northanger Abbey. Tapi rupanya buku ini adalah kumpulan dari empat cerita yang ditulis Jane Austen; dua di antaranya sudah komplit (yaitu Northanger Abbey dan Lady Susan), sedangkan duanya lagi kentang (baca: kena tanggung) bangetsz.


Kita bahas preminya sat per satu, ya. Northanger Abbey berpusat pada tokoh utamanya, Catherine Morland, seorang gadis remaja yang digambarkan berparas cantik, tapi nggak cantik-cantik banget (...tapi ntah kenapa di film adaptasinya diperankan oleh Felicity Jones, yang jelas-jelas masuk kategori cantiknya kebangeten. HUVT.) dan hobi banget baca novel gothic. Si Catherine kemudian diajak oleh keluarga Allen yang masih ada hubungan sama keluarganya untuk menghabiskan waktu selama beberapa minggu atau bulan bersama mereka di Bath. Kayaknya emang tradisi di Inggris jaman dulu tuh kayak gitu. Jadilah si Catherine ngikut keluarga Allen dan turut bergabung dengan society di Bath. Di salah satu acara kumpul-kumpul ini, Catherine berkenalan dengan keluarga Thorpe, yang juga masih sahabatan sama keluarga Allen. Dia lalu jadi akrab sama putri tertuanya, Isabella, yang paham banget sama lika-liku romansa anak muda jaman then. Dan di acara ini juga Catherine berkenalan dengan Henry Tilney, yang kepadanya ia jatuh hati.


Lady Susan punya format yang unik; instead of narasi seperti novel Austen pada umumnya, formatnya berbentuk surat menyurat korespondensi beberapa orang dalam rentang waktu tertentu. Adalah Lady Susan, janda dari Mr Vernon, yang memutuskan untuk mengunjungi keluarga adik iparnya, Charles Vernon. Ceritanya, sebelum Charles menikah dengan istrinya, Catherine, si Lady Susan ini sesungguhnya berusaha mencegah pernikahan keduanya, jadi Catherine mayan sensi sama doi. Apa daya, tata krama harus dijaga, mereka pun menerima kehadiran tamu tak diharapkan itu. Sesungguhnya, sensasinya Lady Susan nih banyak. Sebagai janda yang banyak duit peninggalan almarhum lakiknya, plus penampilan super ceutar dan tampang super ketje, doi memanfaatkannya dengan baik untuk mencari babang baru. Jadilah si Lady Susan ini menjalankan trik-trik rayuan alpha female-nya demi menggaet babang baru demi masa depan yang lebih hakiki~ *plakk*


The Watsons punya chapter-chapter awal yang menarik. Tokoh utama kita, interestingly, bernama Emma Watson. Dia berasal dari keluarga yang kebanyakan anak, namun kekurangan uang. Sejak kecil, ia diasuh oleh keluarga omnya yang kaya dan terpelajar. Omnya lalu meninggal, dan setelah beberapa tahun si tantenya ini nikah lagi sama cowok yang nggak jelas, menyebabkan Emma harus kembali ke rumah keluarganya. Konflik yang diangkat adalah bagaimana Emma harus bisa menyesuaikan diri kembali dengan kondisi keluarganya.


Sanditon mengisahkan tentang Charlotte yang diajak oleh keluarga Parker mengunjungi rumah mereka di Sanditon selama beberapa minggu -- mirip kayak Catherine Morland di Northanger Abbey gitu. Similarly, dia pun berkenalan dengan society di sana. Salah satunya yang paling menonjol adalah Lady Denham yang sudah dua kali menjanda, tajir melintir dan superterkenal. Beliau tinggal bersama ponakannya yang cantik dan terpelajar. Walau digadang-gadang sebagai orang yang baik, Charlotte melihat ada beberapa kejanggalan dari sikap Lady Denham.


EGGLYSIS

Have I said this? Kalo Jane Austen hidup dan jadi penulis di masa kini, dia akan dikenal sebagai novelis chicklit yang super bikin baper. Thus, novel-novelnya Jane Austen sesungguhnya chicklit di abad ke-18, guys. Northanger Abbey adalah tipikal novelnya Austen yang manis, namun kali ini dengan sedikit bumbu gothic. Karakter Catherine sangat manis dan polos, dan gue suka hubungan yang ia bangun dengan Henry.


Kejutan terbesar sesungguhnya ada di Lady Susan. Ketika membeli buku ini, fokus gue adalah Northanger Abbey. Tapi, begitu selesai baca, yang membekas justru Lady Susan. Gimana, ya. Inilah pertama kalinya Jane Austen menulis kisah dengan tokoh utama yang twisted dan, well, antagonis. Dan antagonisnya Lady Susan nggak comical, malah semakin dibaca, kita malah menghargai dia sebagai main villain. Orangnya twisted, amoral, materialistik, dan mementingkan diri sendiri -- tapi justru dari situlah yang bikin dia jadi super grounded dan sangat manusiawi. Selain kocak, sering gue mengiyakan argumen Lady Susan. :P


The Watsons dan Sanditon bikin kesel karena ketika lo udah mulai hanyut dalam kisahnya, eh tahu-tahunya berhenti gitu aja dong. Makin kzl lagi adalah fakta bahwa kita nggak akan pernah tahu endingnya karena Jane Austen nggak pernah nyelesaiin dua kisah ini.


Tapi kalau dikasih kesempatan nagih Jane Austen untuk nyelesaiin salah satu dari dua cerita itu, gue lebih pilih The Watsons.


Overall, Northanger Abbey, Lady Susan, The Watsons, and Sanditon...



Click here to read the review in English.



0 views0 comments

Comments


bottom of page