Judul: Perfect State Penulis: Brandon Sanderson Penerbit: Dragonsteel Entertainment Publikasi: 31 Maret 2015 Tebal: 87 halaman
A person needed to experience real danger or they would never find joy in excelling. There had to be a risk of failure, the chance to die.
-- Chapter 2
Hiya, pals! We meet again in another edition of This Review Should Have Been Posted A Month Ago But I Was Too Easily Distracted So Here We Are.
Jadi tanpa menunda-nunda lagi, yuks langsung terjun langsung ke yet another novella by Brandon Sanderson yang masih masuk kategori baru. Duude, baru dirilis tahun lalu ini. Wee!
Karakter utama kita adalah seorang kaisar-tuhan (hmm kedengeran agak aneh di-translate. Okeh. Bahasa aslinya, God-Emperor) yang bernama Kairominas. Dia memerintah di sebuah kerajaan abad pertengahan yang dipenuhi makhluk-makhluk ajaib fantasi lainnya... you named it. Dan dia sedang bosan. Well, nggak heran juga sih doi bosan. Secara umurnya udah 300++ tahun. Dan lebih dari setengahnya dihabiskan untuk memerintah kerajaan tersebut. Tahu frase, 'been there, done that'? This guy has literally done it all. Dalam kasus ini, nggak heran kebosanan akut melandanya.
"KOK UMURNYA BISA LEBIH DARI 3 ABAD GITU??" you asked?
Great question! Mari masuk ke world building-nya Brandon. Yeah, emang di awal gue bilang si Kai ini memerintah sebuah kerajaan di abad pertengahan dengan makhluk-makhluk fantasi, tapi itu nggak berarti bahwa setting novella ini adalah abad pertengahan.
Geddit?
Setting dunia ini, sesungguhnya, adalah masa depan. Futuristik. Bayangkan seratus tahun dari sekarang, Bumi udah kelewat penuh dan nyaris overpopulasi, dan para ilmuwan menemukan cara brilian untuk menekan angka populasi yang nggak involved program KB. Yaitu, mereka mengawetkan otak bayi (atau janin?) dan memasukkannya ke dalam tabung-tabung berisi cairan bernutrisi yang menunjang keberlangsungan hidup otak tersebut. Meanwhile, mereka memprogram semacam "alternate universe" di mana otak-otak ini akan, literally, hidup di dunia mereka sendiri dan menjadi tokoh utama di dunia tersebut. Think The Matrix.
Ngomongin otak-otak dan ini yang kebayang di -- DAMN -- otak gue.
Nah, si Kai ini hanyalah satu dari antara banyak Liveborn (istilah buat otak-otak itu biar gue nggak kepikiran makanan mulu) lainnya yang hidup dalam tabung. Untungnya, Kai sudah tahu kasus ini sejak ia naik takhta jadi raja, jadi kita nggak disuguhi adegan-adegan mental breakdown penuh dramanya si Kai saat ia menyadari kalau hidupnya selama ini adalah kebohongan. Atau, rekayasa. Alih-alih meratapi nasib, Kai memutuskan untuk menjalani tugasnya sebagai raja dan sebisa mungkin melupakan fakta bikin siyok itu.
Sialnya, ada kekuatan yang jauh lebih besar dan lebih berkuasa daripada Kai. Mereka adalah para ilmuwan yang memiliki kepentingan tersendiri pada simulasi ini, dan mereka disebut Wode.
Wode memutuskan untuk memanggil Kai karena ia harus menjalankan satu tugas yang vital: punya anak. Laugh all you like. Sejujurnya gue pun sempet mendengus nahan ngakak pas baca premi ini. Tapi di sini justru twist yang seru terjadi. Karena demi memenuhi panggilan Wode ini, Kai harus meninggalkan State-nya dan berkumpul di apa yang disebut Communal State, yaitu tempat di mana para Liveborn berkumpul. Walau Wode menjamin keselamatannya, pengaman absolut yang menyertainya di State-nya tidak turut menyertainya di Communal State.
Tapi Wode kan kekuatan yang lebih besar! Their words are as good as any!
Well... jangan lupa kalau Kai memiliki musuh yang juga sesama Liveborn. ;)
EGGLYSIS
Gaya penulisan Brandon di novella ini more or less mengingatkan gue sama Mistborn. Biarpun setting-nya medieval, gaya bicaranya sangat kekinian. Well, nggak salah juga sih, secara emang setting novella ini futuristik. Dan dalam banyak hal, especially world building-nya, mengingatkan gue pada The Matrix.
Novella ini nggak sampai 100 halaman tebalnya. Di Nook gue, tebalnya cuma 58 halaman (dengan tulisan yang font-nya gue setting superkecil ya, you get the point). Konfliknya juga bukan fantasi/sci-fi pada umumnya. Think short stories. Tapi dengan space yang seminim itu, Brandon masih sanggup memberi world building yang super interesting dan intricate. Lo merasa memahami detailnya dengan baik, tapi pada saat yang bersamaan haus untuk tahu lebih jauh lagi.
Dari segi karakter, yang menarik perhatian adalah Sophie, Liveborn yang didaulat jadi pasangan Kai untuk procreate. Dia snarky, sassy, dan rebel. Dia berbalik seratus delapan puluh derajat dengan Kai. Kalau Kai berusaha mengabaikan eksistensi Wode dan menjalankan tugasnya sebagai God-Emperor dengan baik, Sophie memutuskan untuk memberontak sesuka-suka jidadnya. Dan di sini kita bisa lihat clash dua prinsip yang berseberangan, namun didasari oleh pengertian kedua penganutnya.
Dan jangan lupa, that twist at the end. Aw, yiis!
Overall, Perfect State...
Click here to read the review in English.
Comments