top of page
Writer's pictureDelvirah Sabatini

Rectoverso


Judul: Rectoverso Penulis: Dewi 'Dee' Lestari Penerbit: Goodfaith Publikasi: 1 Juli 2008 Tebal: 148 halaman


Aku sampai di bagian bahwa aku telah jatuh cinta. Namun, orang itu hanya mampu kugapai sebatas punggungnya saja.

-- Hanya Isyarat


Premi Rectoverso sebetulnya cukup bikin penasaran: 'Baca fiksinya. Dengar musiknya.'. Dan, ya, dengan harga yang cukup wow (dulu sekitar Rp86.000,00 kalau nggak salah -- buat kantong anak SMA itu lumayan wow!) Rectoverso bukan hanya berupa buku, melainkan buku plus CD. Dan 11 judul lagu yang ada di CD tersebut sama dengan 11 judul cerpen yang ada di buku ini. Jujur, gue nggak pernah beli Rectoverso. Somehow, preminya nggak sanggup bikin gue kebelet pengen baca walaupun udah banyak rekomendasi yang masuk dan, gue akui, beberapa kutipan yang gue baca sanggup bikin gue meleleh -- khas racikan tangan Dee. Jadii, gue baru baca buku ini tahun lalu, itupun modal minjem. Dan gue nggak pake dengerin CD-nya, jadi review ini akan terfokus hanya pada kisah-kisah yang ada di dalamnya.


Rectoverso terdiri dari 11 cerpen, dengan judul-judul sebagai berikut:

  1. Curhat Buat Sahabat

  2. Malaikat Juga Tahu

  3. Selamat Ulang Tahun

  4. Aku Ada

  5. Hanya Isyarat

  6. Peluk

  7. Grow a Day Older

  8. Cicak di Dinding

  9. Firasat

  10. Tidur

  11. Back to Heaven Light

Now, gue nggak akan ngebahas satu per satu cerpennya (nggak kayak review Dangerous Women) karena 11 cerpen ini bener-bener menggambarkan singkatannya, yaitu cerita pendek. Literally. Cerita-cerita ini pendek semua dan kalau gue jelaskan malah akan nge-spoil isinya. Cukup gue bilang kalau dari segi pengolahan bahasa dan penulisa, Dee tetep nggak ada matinya. Tapi dari segi plot -- gue gamang.


EGGLYSIS

Oke, the thing with cerpen adalah you either hit or miss. Dan -- gue rasa gue bakal dihujat -- tapi buat gue buku ini missed. Yang lumayan hit hanya tiga cerita, yaitu Grow a Day Older, Cicak di Dinding, dan Firasat. Mungkin karena Dee mengambil scope waktu maupun panjang cerita yang sangat limited, mungkin juga gue yang kurang nyambung sama cerpen, tapi begitu selesai membaca buku ini gue nggak ngerasain apa-apa. Kayak habis baca majalah tapi cuma sekilas aja -- which is weird karena gue berusaha melahap kisah demi kisah dengan begitu perlahan. Bahkan syair yang tertulis dengan manisnya di awal tiap cerpen pun gue baca dan berusaha gue hayati, tapi tetep aja. Ibaratkan makanan, kayak habis makan donut gaul jaman sekarang yang kebanyakan pengembangnya; ukurannya gede tapi isinya banyakan angin.


Overall, Rectoverso...



Click here to read the review in English.



0 views0 comments

Comments


bottom of page