Judul: The Blade Itself (The First Law, #1) Penulis: Joe Abercrombie Penerbit: Gollancz Publikasi: 4 Mei 2006 Tebal: 536 halaman
History is littered with dead good men.
Pertama kali gue mendengar (atau membaca) nama Joe Abercrombie adalah saat membenamkan hidung di antologi Dangerous Women. Di bagian introduction, dikatakan bahwa Joe adalah salah satu penulis fantasi yang lagi naik daun banget saat ini. Termasuk di antara mereka adalah Brandon Sanderson (LOVELOVELOVE) dan Patrick Rothfuss, gue rasa.
Kemudian, sahabat tercinta gue, Hilly, merekomendasikan The First Law, trilogi epic fantasy karya Joe untuk gue baca dalam Fantasy Reading List bikinannya. Dari jauh-jauh hari, gue udah diperingatkan bahwa Joe menulis kisah yang gelap. Amat gelap. Dan ia amat piawai memainkan karakter yang moralnya ambigu. Macam GRRM gitu, lah. GIMANA GUE NGGAK PENASARAN DIWANTI-WANTI BEGITU.
Jadilah perjalanan gue dengan trilogi The First Law dimulai seminggu yang lalu.
The Blade Itself, judul buku pertama dari trilogi ini, diambil dari kutipan Homer di The Odyssey,
"The blade itself incites to deeds of violence."
yang menyambut kita di halaman pertama sebelum nyemplung di cerita buku ini. Kira-kira udah tergelitik rasa ingin tahunya tentang apa kira-kira kisahnya, ya?
Ceritanya sendiri dituturkan melalui sudut pandang beberapa karakter, yaitu Logen Ninefingers, Sand dan Glokta, Jezal dan Luthar, Collem West, Ferro Maljinn, dan Dogman. Take note di nama Sand dan Glokta serta Jezal dan Luthar. 'Dan' di sini semacam 'bin' kalo di Indonesia, tapi hanya untuk menunjukkan nama keluarga bangsawan. Itu baru perkiraan gue, ya. Nggak secara eksplisit dijelaskan di buku, tapi itu kesimpulan yang bisa gue ambil.
Setting-nya adalah di sebuah kerajaan yang dikenal sebagai The Union. The Union terdiri dari beberapa wilayah, yaitu Angland, Midderlands, Dagoska, Starikland, dan Westport. Di bagian utaranya, Union berbatasan dengan The North -- yang sumpah mengingatkan gue banget-banget sama The North di ASoIaF, walau kayaknya ini versi lebih barbaric (karena nggak ada Starks :P <3 ) -- yang dipimpin oleh seorang raja bernama Bethod. Di sebelah selatan, Union berbatasan dengan Gurkhul Empire yang bertahun-tahun lalu berperang dengan mereka dan hampir saja berhasil menggulingkan raja Union. Nah, saat kisah kita dimulai, genderang perang baru saja ditabuh terhadap Union oleh North dan Gurkhul.
Logen Ninefingers adalah seorang ksatria barbar yang berasal dari North. Bertahun-tahun yang lalu, saat Bethod baru memulai penaklukannya terhadap North, ia merupakan ksatria pilihan sang raja. Logen sangat ditakuti oleh karena kekejamannya saat bertarung, bahkan sampai memiliki panggilan sayang 'The Bloody Nine'. Belakangan ini, oleh alasan yang entah apa, yang sepertinya diawali oleh perselisihan dengan Bethod, Logen memutuskan untuk meninggalkan kekejaman yang selama ini begitu erat dengannya. Bersama dengan rekan-rekannya yang dulunya juga merupakan ksatria terpilih Bethod (diberi nama The Named Men -- again, nggak dijelaskan secara eksplisit, tapi gue tarik kesimpulannya), mereka membentuk klan sendiri yang berusaha mencegah Bethod menguasai North. Mereka adalah Dogman, Threetrees, Black Dow, Tul 'Thunderhead' Duru, Grim, dan Forley the Weakest.
Di awal cerita, Logen terpisah dari klannya karena perkemahan mereka diserang oleh rombongan Shanka. Shanka ini termasuk manusia (atau makhluk) nggak normal yang tubuhnya kayak dipenuhi metal gitu. Gue juga masih agak rancu sama penjelasannya, so at the moment kita puaskan diri dengan penjelasan bahwa mereka makhluk nggak wajar. Walau teman-temannya menyangka ia tewas, Logen berhasil selamat tanpa sepengetahuan mereka. Ia lalu bertemu dengan Malacus Quai, apprentice dari Bayaz, First of the Magi (atau Magi Pertama -- Magi ini semacam kaum penyihir/wizard gitu). Quai bilang bahwa Bayaz memerintahkannya untuk menjemput Logen. Tanpa banyak tanya, Logen setuju untuk mengikuti Quai dan mereka pun kembali ke tempat Bayaz tinggal. Rupanya, Bayaz memiliki sebuah rencana. Ia ingin kembali ke tempatnya di council Union dan, untuk itu, ia membutuhkan Logen. Sekali lagi, tanpa banyak tanya, Logen setuju. Maka, berangkatlah mereka ke ibukota Union, Adua.
Lalu, kita dipertemukan oleh karakter selanjutnya, Sand dan Glokta, seorang Inquisitor Union. Bertahun-tahun yang lalu, saat Union masih berperang dengan Gurkhul, Glokta merupakan seorang pemuda yang tampan, sangat berbakat, dan sangat potensial. Ia memimpin pasukan perang terhadap Gurkhul. Akan tetapi, saat sedang berusaha menyusup ke perkemahan musuh, ia tertangkap dan disiksa. Ia dibuat lumpuh dan separuh giginya dicabut. Uniknya, yang dicabut berselang-seling, dengan tujuan agar ia tak pernah bisa mengunyah. Lama ia disangka tewas, hingga akhirnya dikembalikan. Melihat pemuda yang tadinya begitu menjanjikan ini menjadi lumpuh dan menyedihkan, rekan-rekannya pun meninggalkannya. Kini, Glokta hidup dalam kegetiran dan menjadi seorang penyiksa dalam jabatannya di Inquisition Union.
Salah satu sahabat Glokta adalah Collem West, seorang rakyat jelata, yang berhasil menaiki jajaran pangkat militer di Adua dan kini menjabat sebagai Major. Dikisahkan, kini West akrab dengan Jezal dan Luthar, seorang pemuda arogan, cetek, narsisistik, dan sumpah pengen banget mukanya digaruk sama sekop. Sebenarnya dia punya potensial, tapi OHMYGOD gue belum pernah nemu karakter cowok yang sanggup bikin gue eneg banget kayak si Jezal ini.
Di selatan, kita diperkenalkan dengan Ferro Maljinn, seorang cewek eks-budak yang benci banget sama kerajaan Gurkhul karena merenggut dan membunuh keluarganya hingga yang tersisa dalam dirinya kini hanyalah dendam. Kini, ia menjadi orang paling dicari dan paling berbahaya di Gurkhul. Seorang Magi bernama Yulwei menyelamatkannya dari incaran tentara Gurkhul dan kaum Eater (kaum yang diciptakan oleh seorang Magi yang, kayaknya, punya kemampuan abnormal dan kanibalistik). Yulwei lalu mengajak Ferro ke Adua karena ia dibutuhkan oleh Bayaz.
Pada akhirnya, tokoh-tokoh ini pun berkumpul di hadapan Bayaz. Bayaz memiliki agenda tersendiri, yang ada hubungannya dengan perselisihan masternya ribuan tahun yang lalu dengan saudara laki-lakinya. Apa itu agendanya masih menjadi misteri. Tapi yang jelas, agenda Bayaz ini harus dilaksanakan di saat North dan Gurkhul mengumandangkan perang terhadap Union, dan Bayaz harus bekerja dengan orang-orang yang dipenuhi tanda tanya.
On the other hand, Bayaz pun dipenuhi tanda tanya.
EGGLYSIS
Membaca buku ini beda banget sensasinya sama Brandon Sanderson yang buku-bukunya belakangan ini gue lahap dengan penuh khidmat kayak baca kitab suci. Sedikit mengingatkan gue sama tulisan GRRM yang dark, gritty, dan penuh karakter yang asyik banget dibaca, namun waktu nutup buku gue memperoleh kesan yang sama kayak habis baca Fellowship of the Ring-nya Tolkien.
The Blade Itself lebih merupakan set up ke inti cerita trilogi The First Law secara keseluruhan. Ibaratkan, selama 500-an halaman ini, Joe memperkenalkan kita pada karakter-karakternya, latar belakang kisah mereka, kegiatan mereka sehari-hari, etc. Oh, dia juga memperkenalkan sistem politik dan sejarah Union, juga legenda Magi dari ribuan tahun silam. Namun semuanya terasa cuma kayak nyolek permukaannya aja. Cuma teaser doang tanpa menyenggol inti sesungguhnya.
Dari segi karakter, gue suka banget. Joe sukses menciptakan karakter yang realistis dan three-dimensional -- karena itu gue bilang penulisannya mengingatkan gue sama GRRM, the father of characterization. Take Logen, for example. Di sepanjang buku, kita disuguhi pemikiran Logen yang menyesali jalan hidupnya yang dulu dipenuhi kekejaman dan betapa ia ingin berubah. Kita nggak habis pikir kenapa orang ini bisa dicap begitu berbahaya -- sampai Joe menunjukkannya pada kita.
Selanjutnya, Glokta. Waktu pertama berkenalan dengan Glokta, gue immediately berpikir dialah karakter antagonis di buku ini. Tapi, lama kelamaan, kok gue justru makin dibikin penasaran. He's intriguing. Di satu sisi, dia getir dan dipenuhi kebencian terhadap semua orang. Namun, di sisi lain, dia punya masa lalu yang kelam. Dan ketika Joe menjelaskan apa yang membuat Glokta jadi begitu, gue pun terhenyak. This dude has been through a lot. Dan walaupun itu nggak men-justify tindakannya, itu sanggup bikin gue bersimpati sama dia. Besides, kesinisan dan sarkasmenya lama-lama malah jadi enjoyable.
Lalu, hadirlah Jezal. Kayak yang udah gue bilang di atas, Jezal adalah satu-satunya karakter cowok yang bikin emosi gue mendidih kayak Dolores Umbridge di Harry Potter. He's foolish, he's an idiot, an arrogant snob, shallow -- semua hal terburuk yang bisa kalian bayangkan ada di cowok ganteng dan kaya yang manja dan angkuh. Setengah jalan baca buku ini, mulai kebaca kalau Joe mempersiapkan Jezal sebagai karakter protagonis yang penting, yang berarti semua kelemahannya itupun akan berubah. Tapi, tetep aja sampai akhir buku gue pengen banget ngegaruk mukanya Jezal. Pake sikat. Yang bulunya terbuat dari besi. Trus on fire.
Bahkan karakter yang awalnya likeable kayak Collem West pun pada akhirnya bikin kita termenung kalau, well, not everyone is exactly perfect. Kayaknya, semakin perfect seseorang kelihatan, semakin negative masa lalunya atau rahasia terkuburnya. Sumpah, dari segi karakter, Joe Abercrombie is what I look for in a writer.
Kalaupun ada kelemahan, itu dari female character-nya. Male characters-nya Joe cenderung perfect digarap -- not so with his female characters. Selain Ardee dan Ferro, gue nggak melihat ada karakter cewek lain yang potensial. Oke, mungkin Practical Vitari. Tapi selain mereka? Nope. Bahkan Ferro pun baru diperkenalkan ketika buku ini udah lewat setengahnya. Dan Ardee... hmm, gue punya mixed feelings terhadap dia, jadi kita lihat aja gimana Joe akan menggarap karakternya.
The Blade Itself lebih terasa seperti prolog terhadap cerita yang baru akan dimulai di buku kedua. Dan prolog sebanyak 500-an halaman ini punya potensi besar. Kita lihat sekeren apa Joe mengajak kita nyemplung di dunia fantasinya yang penuh pergolakan dan ambiguitas moral ini.
Overall, The Blade Itself...
Click here to read the review in English.
댓글