Judul: The Da Vinci Code Penulis: Dan Brown Penerbit: Doubleday Publikasi: April 2003 Tebal: 454 halaman
History is always written by the winners. When two cultures clash, the loser is obliterated, and the winner writes the history books-books which glorify their own cause and disparage the conquered foe. As Napoleon once said, 'What is history, but a fable agreed upon?'
The Da Vinci Code adalah buku pertama karya Dan Brown yang gue baca secara keseluruhan, walaupun secara kronologis ini adalah buku keduanya dengan tokoh Robert Langdon. Waktu itu gue masih kelas 2 SMP dan sungguh-sungguh penasaran akan semua kehebohan dan kontroversi yang diciptakan buku ini.
Formulanya kurang lebih sama dengan Angels and Demons, dengan karakter, setting, dan fokus masalah yang berbeda. Robert Langdon sedang berada di Paris dalam rangka memberikan kuliah umum tentang Simbologi (mata kuliah ciptaan Dan Brown) dan bertemu dengan Jacques Saunière, seorang ahli simbologi yang menjadi idola Langdon. Namun pertemuan itu tidak pernah terjadi. Malahan, tengah malam buta Langdon dijemput oleh seorang polisi dan dibawa ke Museum Louvre. Ternyata alasan ketidakhadiran Saunière adalah karena ia dibunuh oleh seorang penembak misterius di museum itu. Ia sengaja mengaktifkan alarm maling agar polisi datang ke Louvre, namun tidak sebelum penembak itu berhasil menyarangkan peluru di perutnya. Yang menjadi alasan dipanggilnya Langdon adalah karena, sekali lagi, kemampuannya dalam simbologi dibutuhkan. Dengan napas terakhirnya, Saunière melucuti pakaiannya, menggambar lingkaran dengan darahnya, dan berpose seperti Vitruvian Man karya Leonardo da Vinci.
Bukan itu aja. Di samping mayatnya, ia menulis kode dalam deret Fibbonacci -- pesan kematiannya. Langdon diminta untuk dapat membantu memecahkan pesan kematian Saunière. Namun tiba-tiba datang seorang wanita bernama Sophie Neveu yang juga seorang ahli kriptografer. Secara sembunyi-sembunyi, ia mengaku kepada Langdon bahwa ia adalah cucu Saunière dan alasan polisi memanggilnya bukan karena mereka membutuhkan bantuannya dalam memecahkan kode, melainkan karena pesan rahasia lain yang kini sudah dihapus polisi: "Find Robert Langdon". Oleh karena itu, polisi sedang berusaha menangkapnya karena mereka mencurigainya sebagai pelaku pembunuhan Saunière. Namun Sophie percaya bahwa maksud kakeknya menuliskan pesan itu adalah karena ada satu rahasia yang Langdon ketahui, namun tidak sadar ia ketahui, yang sangat krusial dan tidak boleh mati bersamanya.
Sekali lagi, Langdon mendapati harus berpacu dengan waktu untuk memecahkan sebuah misteri. Taruhannya kali ini adalah dirinya sendiri, karena polisi Paris memburu jejaknya.
EGGLYSIS
Pertama kali baca buku ini waktu masih berusia tigabelas tahun, gue tercengang-cengang. Mindfucked. Gils, Dan Brown jenius!
Beberapa tahun kemudian, ditambah udah pengalaman baca bukunya yang lain, The Da Vinci Code jadi terkesan biasa aja. Malah gue rasa di sinilah Brown mulai kehilangan daya tarik tulisannya. Formula yang sama dengan Angels and Demons ia terapkan di sini: sebuah misteri mematikan, cewek cantik yang menemani petualangannya, trus masukan satu hal kontroversial. Jangan lupa, akhir dari tiap chapter haruslah menggantung sehingga pembaca terpancing untuk terus membalik tiap halaman nonstop. Tipikal kisah action pada umumnya.
Mungkin karena topik yang ia angkat sangat kontroversial, The Da Vinci Code lebih sering disebut-sebut daripada Angels and Demons yang merupakan karya terbaiknya. Selain itu, nggak ada hal baru yang ditawarkan buku ini.
Overall, The Da Vinci Code...
Click here to read the review in English.
Comments