top of page
Writer's pictureDelvirah Sabatini

The Great Gatsby


Judul: The Great Gatsby Penulis: F. Scott Fitzgerald Penerbit: Charles Scribner's Sons Publikasi: April 1925 Tebal: 180 halaman

I'm glad it's a girl. And I hope she'll be a fool -- that's the best thing a girl can be in this world, a beautiful little fool.

--Chapter 1


Yang udah nonton film The Great Gatsby di sini, cuuuuungg!



Gue sendiri belum nonton padahal. Muhahahahah!

The Great Gatsby adalah salah satu novel klasik Amerika yang nuansanya all that jazz bangets. Tapi, di balik keglamoran setting dan karakter-karakter di novel ini, gue menangkap pesan yang cukup getir dari Mbah Fitzgerald.


Gatsby di sini bukanlah produk gel rambut, seperti yang pernah diceletukin salah satu student gue, melainkan nama orang. Namanya Jay Gatsby. Dan seperti yang gue yakin bisa kalian tebak, inilah karakter yang dimainkan oleh Leonardo DiCaprio. Berhubung gue udah ngaku di awal kalo belum nonton filmnya, review ini nggak akan sedikit pun mencongkel soal film itu. Kecuali Leonardo DiCaprio, because maan.. dude's a gif machine.



Narator kisahnya adalah seorang cowok bernama Nick Carraway. Setting-nya di Long Island tahun 1922, di kota bernama West Egg. Nick adalah seorang lulusan Yale dan veteran Perang Dunia I. Alih-alih kembali ke hometown-nya, ia memutuskan untuk mengadu nasib di New York sebagai salesman. Rumahnya tepat bersebelahan dengan mansion super gede dan superwaw milik seorang millionaire yang bernama Jay Gatsby.


Gatsby ini misterius. Dia sering mengadakan pesta besar-besaran di rumahnya dan mengundang nyaris semua orang yang tinggal di daerah itu -- akan tetapi, dia sendiri nggak pernah nongol di pesta-pesta ini. Nick sendiri nggak terlalu ambil pusing karena dia nggak pernah diundang di pesta itu. Well, katanya sih pesta terbuka, tapi I guess Nick punya kecenderungan yang mirip kayak gue.


Nah, West Egg ini kebetulan bersebelahan sama kompleks (?) yang bernama East Egg. Kalo West Egg itu yang versi metropolitan, East Egg bagian yang nggak enak dilihat. Gue rasa kalo pake analogi Jakarta, West Egg tuh daerah Sudirman dan sekitarnya, sedangkan East Egg adalah daerah Tanah Abang dan sekitarnya.


Nick punya saudara sepupu yang bernama Daisy. Daisy ini udah menikah dengan Tom Buchanan, yang juga kaya, tapi kayaknya nggak sedahsyat Gatsby. Suatu hari, Nick diundang untuk makan malam di rumah mereka. Di situ, ia berkenalan dengan Jordan Baker, cewek cantik yang hobi main golf. Keduanya saling tertarik satu sama lain.


Konfliknya mulai nongol di sini. Rupanya, Tom punya selingkuhan. Mistress-nya adalah istri dari partner kerjanya, bernama Myrtle. Tapi belum kelar sampai di sini. Begitu pulang dari acara kumpul-kumpul Tom dan selingkuhannya, Nick rupanya mendapat undangan untuk hadir di pestanya Gatsby. Dan di situ ia mendapat kejutan lagi. Bukan, bukan fakta bahwa Gatsby adalah seorang pria muda yang tidak berbeda jauh usia dengannya. Bukan juga karena mereka dulu rupanya satu divisi saat Perang Dunia I.

Melainkan karena, bertahun-tahun yang lalu, Gatsby dan Daisy pernah in a romantic relationship. Hubungan mereka kandas beberapa saat setelah Gatsby pergi ikut Perang Dunia I. What happened? Well, bilang aja Gatsby ditinggal Daisy kawin sama cowok yang lebih mapan. Dan sampai sekarang Gatsby masih gagal move on dari Daisy. Walaupun Daisy udah married. Walaupun dia udah jadi milyuner begitu. Rupanya, pesta-pesta yang diadakan Gatsby selama ini adalah taktiknya untuk menarik perhatian Daisy. Ia berharap Daisy akan tiba-tiba datang ke pestanya... ya walaupun nggak kejadian juga, sih.


Dan kali ini, Gatsby meminta bantuan Nick dan Jordan untuk mempertemukannya kembali dengan Daisy. Whatever it takes. Because, let's face it, kalo udah pernah ditinggal kawin, nggak mungkin dikhianati lagi, kan?



EGGLYSIS

Sebenernya, The Great Gatsby punya pesan yang menarik. Dan, oke, kisahnya pun cukup menarik ketika kamu berhasil melalui tiga puluh halaman pertama yang dibutuhkan Mbah Fitzgerald untuk meng-establish setting dan karakter-karakternya. Tapi, entah mengapa, plotnya nggak terasa engaging buat gue. Gue nggak merasa tenggelam ke dalam alur ceritanya. Gue nggak dibuat penasaran, kecuali untuk beberapa tidbits di bagian klimaks. Ini either gue yang nggak cocok sama penulisannya Mbah Fitzgerald atau keputusannya untuk menjadikan Nick sebagai POV kurang tepat.


That being said, novel ini juga patut dipuji untuk keberanian si Mbah mengangkat topik mengenai American dream, yang lalu dibalik seratus delapan puluh derajat macam orang handstand. Everything is not what it seems. Dan di sini gue mau memuji penokohan tiap karakternya. Gatsby, yang di awal digambarkan sebagai sosok misterius yang terkesan sempurna, perlahan menunjukkan sisi manusiawinya seiring progres cerita. Drive yang mendorongnya untuk maju juga adalah kejatuhannya. Sungguh menarik juga melihat sosok Tom Buchanan yang begitu nyebelin di awal cerita, perlahan jadi relatable di akhir cerita.


Gue nggak ada keluhan soal karakterisasi -- kecuali Daisy. I'm sorry, but she annoys the crap out of me. Rasanya kutipan di awal post ini sangat menggambarkan dia banget. Ironically, dia sendiri yang ngomong itu. Oh, well.


Overall, The Great Gatsby...



Click here to read the review in English.



1 view0 comments

留言


bottom of page