top of page
Writer's pictureDelvirah Sabatini

The Little Prince




Judul: The Little Prince

Penulis: Antoine de Saint-Exupéry

Penerbit: Modern Classics

Publikasi: April 1943

Tebal: 118 halaman


All grown-ups started off as children (though few of them remembers).

Sepintas lalu, The Little Prince tampak seperti buku anak-anak pada umumnya. Tapi at some point saat membacanya, gue ngerasa kalo Saint-Exupéry menggunakan bungkus imajinasi anak-anak untuk mengilustrasikan musing-nya akan makna kehidupan.


Narator kita yang tanpa nama ini adalah seorang pilot, dan ia memulai kisahnya dengan menceritakan mengenai gambar favoritnya: seekor ular boa pembelit yang memakan seekor gajah. Kebanyakan orang dewasa selalu menyangka bahwa itu adalah gambar topi. Dan narator mulai menuturkan pendapatnya mengenai orang dewasa vs anak-anak.


Suatu hari, pesawat yang sedang diterbangkan si pilot ini mandek dan mendarat di padang gurun. Di situlah ia bertemu the Little Prince, atau si Pangeran Kecil. Ia tampak berusia sekitar 8-9 tahun dengan rambut pirang keriting dan tidak berhenti melontarkan pertanyaan. Pertanyaannya pun harus dijawab. Selama delapan hari berusaha memperbaiki pesawatnya dan menghabiskan waktu bersama si Pangeran Kecil, si narator (dan in turn, kita sebagai pembaca) pun jatuh hati pada anak ini.


Si Pangeran Kecil pun mulai menceritakan kisah hidupnya. Mulai dari planet kecil tempatnya tinggal (dan merupakan satu-satunya penghuni), mawar berduri kesayangannya, enam planet yang dikunjunginya sebelum tiba di bumi, juga kenapa ia memutuskan untuk mengunjungi Planet Bumi.


EGGLYSIS

Seperti yang gue bilang di atas, buku ini sepintas tampak sungguh menggemaskan. Kalo si Pangeran Kecil ada di deket sini pengen diuwel-uwel sumpaah gemesnyaa. Ilustrasinya juga lucu dan makin bikin salut sama Saint-Exupéry yang rupanya pelukisnya. Iseng nyari biografinya habis baca buku ini, gue baru tahu kalo dia adalah seorang arsitek dan seorang pilot. Plot si narator yang mendarat darurat di padang gurun terinspirasi dari pengalaman pribadinya yang mengalami hal yang sama di Gurun Sahara.


Gue awalnya membaca buku ini dengan mindset: buku anak-anak yang mengajak pembacanya yang dewasa mengingat kembali rasanya menjadi anak-anak. Sampai gue tiba di bagian si Pangeran Kecil menceritakan mengenai bunga mawar kesayangannya:


'...I should have judged by her deeds and not her words. She cast her fragrance around me and brightened my life. I should never have run away! I should have guessed the tenderness behind her poor little stratagems. Flowers are so contradictory! And I was too young to know how to love her.'

-- Chapter VIII


Terdengar seperti musing seseorang yang menyesali tindakannya kepada pasangannya, kan?


Bukan hanya itu. Mulai dari orang-orang yang ditemui si Pangeran Kecil dari tiap planet yang ia kunjungi, gema suaranya di padang gurun, hingga rubah yang memintanya untuk menjinakkannya... semuanya terbaca seperti refleksi kehidupan nyata dari perspektif seorang anak. Technically, narator kita adalah seorang dewasa, tapi ia berbicara melalui suara si Pangeran Kecil. Rasanya seperti alegori.


Bahkan ending-nya juga open to interpretation. Bagaimana tiap pembaca memilih akhirnya adalah refleksi apakah jiwa inner child-mu masih ada di dalam hatimu?


Overall, The Little Prince...





18 views0 comments

Comments


bottom of page