top of page
Writer's pictureDelvirah Sabatini

The Princess and the Queen, or, the Blacks and the Greens

Updated: Jun 24, 2020


Judul: The Princess and the Queen, or, the Blacks and the Greens Penulis: George R. R. Martin Penerbit: Tor Books Publikasi: 3 Desember 2013


The Dance was a war unlike any other ever fought in the long history of the Seven Kingdoms. It was a war marked by stealth, murder, and betrayal as well, a war fought in shadows and stairwells, council chambers and castle yards, with knives and lies and poison.

The Princess and the Queen, or, the Blacks and the Greens adalah sebuah novella mengenai Dance of the Dragons pertama karya George R. R. Martin yang dipublikasikan di antologi Dangerous Women. Seperti biasa, saking kerennya George R. R. Martin dan A Song of Ice and Fire, gue merasa kalo penjelasan singkat mengenai kisah ini nggak akan cukup. Harus mendetail dan mendalam. Makanya kalian semua ada di halaman ini. :P

Dance of the Dragons adalah perang bersaudara yang paling berdarah dan paling buruk di sepanjang sejarah Westeros. Ketika Raja Viserys I Targaryen meninggal di usianya yang senja, Ratu Alicent Hightower, yang merupakan istri keduanya, segera melakukan tindakan cepat untuk mengamankan takhta bagi putra sulungnya, Aegon II Targaryen. Bertahun-tahun yang lalu, Viserys I menobatkan Rhaenyra -- putri satu-satunya dari istri pertamanya -- sebagai ahli waris sahnya di hadapan seluruh lords di Seven Kingdoms. Acara penobatan itu disertai sumpah kesetiaan dan pengabdian mereka kepada Rhaenyra. Alicent berusaha menyabotasenya. Ia segera mengumpulkan para anggota small council untuk membicarakan masalah suksesi. Hand of the King pada saat itu adalah Otto Hightower, ayah Alicent. Mereka berkomplot untuk mengangkat Aegon sebagai pewaris takhta alih-alih Rhaenyra. Seluruh anggota small council setuju, kecuali Lyman Beesbury, Master of Coin. Ia mengumandangkan Rhaenyra sebagai Ratu Seven Kingdoms dan keluar dari small council untuk menghadap ratunya yang saat itu sedang hamil tua di Dragonstone. Ser Criston Cole, kemudian dikenal sebagai Kingmaker, membunuhnya saat itu juga -- korban pertama Dance of the Dragons.


Motif Alicent menyabotase takhta sebenarnya bisa saja dianggap hanya sekadar keinginan seorang ibu yang ambisius yang ingin melihat putranya naik takhta -- namun kalau kita mundur beberapa tahun, kita bisa lihat bahwa telah lama ada perselisihan antara Alicent Hightower dan Rhaenyra Targaryen. Pada acara tourney yang diadakan dalam rangka perayaan ulangtahun pernikahan Viserys dan Alicent yang kelima, sang ratu mengenakan gaun serba hijau sementara sang putri mengenakan gaun merah dan hitam khas Targaryen. Hal ini segera menjadi perhatian publik dan sejak saat itu mereka yang berada di kubu sang ratu disebut The Greens, sedangkan mereka di kubu sang putri disebut The Blacks. Pada tourney itu, kubu The Blacks dinyatakan sebagai pemenang ketika Ser Criston Cole, yang kala itu mengenakan tanda dukungan sang putri, memenanginya. Berdasarkan gosip yang beredar, Ser Criston dan Rhaenyra pernah menjalin hubungan yang kemudian berakhir -- hal yang membuat Ser Criston getir dan menyeberang ke kubu The Greens.


Penobatan Aegon sebagai raja berlangsung dengan cepat. Rhaenyra, yang sedang dalam proses melahirkan ketika mendengar kabar kematian ayahnya dan pengkhianatan adiknya, murka. Dikatakan bahwa bayi perempuan yang dilahirkannya cacat dan meninggal tak lama kemudian. Segera Rhaenyra memanggil para lords yang dulu pernah bersumpah setia kepadanya bertahun-tahun yang lalu. Strategi dirancang, genderang perang ditabuh, dan senjata paling mematikan yang sama-sama dimiliki kedua kubu dipersiapkan: naga. Peperangan paling berdarah di Seven Kingdoms pun dimulai.


EGGLYSIS

The Princess and the Queen udah gue nanti-nantikan hampir setahun lamanya. Rencana awal GRRM sebenarnya adalah merilis novella keempat dari seri Dunk & Egg, The She-Wolves of Winterfell. Namun rencana kemudian berubah, yang gue rasa ada hubungannya dengan buku keenam A Song of Ice and Fire, The Winds of Winter (karena di novel itu akan terjadi Dance of the Dragons yang kedua), sehingga The Princess and the Queen lah yang rilis. Bisa dibilang gue mengharapkan yang terbaik dari karya GRRM yang satu ini -- dan dia nggak mengecewakan. Novella ini jauh melebihi ekspektasi. Serahkan saja kepada GRRM urusan menulis konflik karakter manusia yang begitu nyata. Bukan hanya strategi perang dan politiknya yang bikin novella ini begitu kaya, melainkan juga penokohan yang begitu kuat. Di depan mata kita, Rhaenyra, yang tadinya merupakan putri yang begitu dielu-elukan oleh rakyat dan merupakan sosok pemimpin perempuan yang cerdas, tegas, dan ambisius, perlahan jatuh ke dalam paranoia dan menjadi kejam. Itu bukanlah keinginannya -- itu adalah akibat dari perang, atau kalau mengutip novella ini, "ia sudah begitu sering dikhianati sehingga ia kini mempercayai yang terburuk dari setiap orang, bahkan orang yang paling dikasihinya". Karakter Rhaenyra sangatlah perfectly flawed, dan itu alasan gue sangat sayang sama dia. <3


Overall, The Princess and the Queen...



Click here to read the review in English.



13 views0 comments

Comments


bottom of page